Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Makin hari makin malas ngeblog nih, waduh
Oke oke sekarang saya akan membahas tentang apa yahh oh apa
apa. Tentang simulasi aja kali yah, mumpung lagi libur. Saya mau
mengingat-ingat kebali pengalaman simulasi yang pernah saya lalui sepanjang
semester 4 ini. Iya, semester 4 adalah awal dari simulasi-simulasi yang akan
kami lalui sebagai mahasiswa PGSD sampai semester 6 insyaAllah.
Sebagai mahasiswa keguruan yang nantinya kan terjun ke
sekolah-sekolah SD tentunya mau tidak mau harus melalui proses simulasi. Eh
tunggu belum tentu juga sih mahasiswa keguruan harus jadi guru buktinya banyak
yang jadi pegawai bank dan pekerjaan lainnya, masih untung kalo gak nganggur.
Di semester 4 ini saya baru bersimulasi dan saya juga baru
tahu kalau kuliah di jurusan PGSD ada mata kuliah yang harus disimulasikan,
kirain kalo kuliah di PGSD itu yah kuliah saja sampai jadi sarjana terus ngajar
di SD udah. *sungguh pemikiran yang amat
sangat pendek*. Karena baru pertama kali simulasi tentu banyak kekurangan
dan saya sangat heran sama dosen yang menuntut untuk bersimulasi dengan
sempurna sementara kita masih pemula. Ada sih beberapa dosen yang mengerti dan
dapat membedakan mana yang sudah bisa dan mana yang baru belajar.
Simulasi mengajar memang perlu dan sangat dibutuhkan untuk
semua mahasiswa calon guru. Tapi, menurut saya ada beberapa kejanggalan dengan
simulasi ini, cekidottt
1. Mahasiswa
sebagai siswa dan mahasiswa juga sebagai simulator
Kenapa saya merasa ini sangat janggal? Gak
janggal-janggak amat sih namanya juga simulasi. Coba saja kalian bayangkan.
Salah seorang simulator yang adalah mahasiswa dan mahasiswa lagi yang
berpura-pura sebagai siswa. Kenapa kita tidak memanggil beberapa siswa SD yang
lagi bermain di suatu tempat atau yaah siapalah yang penting jangan yang setara
dengan sang simulator, karena sesuai dengan pengalaman yang ada siswa bohonga
ini seolah acuh tak acuh dengan simulator. Saya punya solusi sih, gini loh
dosen-dosen harus menguasai ilmu hipnotis. Jadi, mahasiswa sebagai siswa
bohongan dihipnotis untuk memasuki alam bawah sadar dan mengarahkan dia untuk
menjadi anak SD. Gimana?
Pasti keren deh.
2. Dosen gak
ngasih contoh
Wah ini yang paling parah. Masa mahasiswa melakukan
simulasi tanpa ada contoh. Dosen jangan hanya berteori tanpa memberikan contoh
dong. Ya kalii. Masa’ iya kita mau nyontek cara dosen kalau lagi ngajar, yang
akan kami hadapi kelak bukan mahasiswa tapi siswa SD. Memang kita juga pernah
jadi siswa SD. Tapi haruskah kita bernostalgia mengenang masa-masa SD pas lagi
belajar, cara bu guru SD kami ngajar. Dan cara gur SD kami mengajar dulu
namanya juga dulu sudah pasti jadul. Solusinya yah si dosen ngasih contoh
mahasiswa mencatat poin-poin penting yang mereka anggap penting *nah loh.
Itulah dua kejanggalan dari simulasi dan solusi jitunya
menurut CING. Semoga bermanfaat dan solusinya bisa diterapkan khususnya
di kampus saya tercintahh.
Wassalam J
1 komentar:
komen dong
Posting Komentar