USULAN
PENELITIAN
PENINGKATAN HASIL BELAJAR
BAHASA
INDONESIA MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE PRACTICE– REHEARSAL PAIRS PADA
SISWA KELAS V SDN 31 PASEMPE
KECAMATAN PALAKKA KABUPATEN BONE
RISKA
MAULIDIAH
1247242023
22.D
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU
SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2015
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
“Pendidikan pada
dasarnya bertujuan untuk membina peserta didik agar memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan sikap positif dalam menjalani kehidupan” (Daeng Nurjamal dkk,
2011:2). Jadi, suatu proses pendidikan dan pembelajaran dikatakan berhasil
apabila peserta didik beroleh perubahan ke arah yang lebih baik dalam
penambahan pengetahuan, perubahan penguasaan keterampilan, dan perubahan
positif menuju pendewasaan sikap dan perilaku.
Demikian pula halnya
dengan proses pembelajaran bahasa, harus mampu meningkatkan kemampuan peserta
didik yang meliputi ketiga aspek utama ranah pendidikan yaitu meningkatkan
pengetahuan tentang bahasa, meningkatkan keterampilan berbahasa, dan membangun
sikap positif serta santun berbahasa.
Wardhaugh (dalam Hafid,
2013:1) mengatakan bahwa “bahasa adalah sebuah simbol yang arbitrer yang
digunakan untuk komunikasi manusia”. Hal ini berarti bahwa bahasa merupakan
suatu simbol yang telah disepakati untuk digunakan dalam melakukan komunikasi
antar sesama manusia. Senada dengan Wardhaugh, Kentjono (dalam Hafid, 2013:2)
mengemukakan bahwa “bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang
dipergunakan oleh para anggota sosial untuk berkomunikasi, bekerja sama, dan
mengidentifikasi diri”.
“Bahasa Indonesia
mempunyai kedudukan yang sangat penting, seperti tercantum pada ikrar ketiga
Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi “Kami Putra dan Putri Indonesia Menjunjung
Tinggi Bahasa Persatuan Bahasa Indonesia” (Zaenal Arifin dan Amran Tasai, 2010:12).
Pernyataan ini berarti bahwa Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa
nasional yang berada diatas bahasa-bahasa daerah. Selain itu, didalam
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 36 mengenai Bahasa Indonesia berbunyi Bahasa
Negara ialah Bahasa Indonesia.
Di jenjang Sekolah
Dasar pelajaran Bahasa Indonesia merupakan salah satu pelajaran pokok diantara
mata pelajaran Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS), dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) lebih
menekankan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran tanpa mengabaikan hasil belajar. Hal ini terlihat dalam standar kompetensi yang harus
dikuasai oleh siswa yaitu keterampilan mendengarkan, membaca, berbicara, dan menulis. Khusus untuk
keterampilan berbicara mutlak harus dikuasai oleh siswa karena akan
dibutuhkannya dalam kehidupan sehari-hari untuk berkomunikasi. Hal ini sejalan
dengan pendapat Tenri Sua (2010:6) yang mengatakan bahwa “tujuan utama
berbicara adalah berkomunikasi”. Kemampuan berbicara adalah kemampuan
mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Jika
keempat keterampilan berbahasa khususnya keterampilan berbicara telah dikuasai
siswa dengan baik maka akan diperoleh hasil belajar yang baik pula.
“Hasil belajar adalah
pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap,
apresiasi, dan keterampilan” (Agus Suprijono, 2009:5). Setiap proses belajar yang
dilaksanakan oleh peserta didik akan menghasilkan hasil belajar. Di dalam
proses pembelajaran, guru sebagai pengajar sekaligus pendidik memegang peranan
dan tanggung jawab yang besar dalam rangka membantu meningkatkan keberhasilan
peserta didik yang dipengaruhi oleh kualitas pengajaran dan faktor intern dari peserta
didik itu sendiri. Dalam setiap mengikuti proses pembelajaran di sekolah sudah
pasti setiap peserta didik mengharapkan mendapatkan hasil belajar yang baik,
sebab hasil belajar yang baik dapat membantu peserta didik dalam mencapai
tujuannya. Hasil belajar yang baik hanya dicapai melalui proses belajar yang
baik pula. Jika proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya
hasil belajar yang baik.
Berdasarkan uraian
diatas, maka penulis beranggapan bahwa hasil belajar peserta didik dari proses
pembelajaran Bahasa Indonesia dapat meningkat jika menggunakan suatu metode
pembelajaran yang tepat. Namun, hal ini belum terlihat pada siswa kelas V SDN
31 Pasempe. Hasil belajar mata pelajaran Bahasa Indonesia yang diperoleh masih
jauh dari yang diharapkan. Didalam pembelajaran guru masih kurang kreatif dalam
menggunakan metode pembelajaran. Guru masih menggunakan metode konvensional
dalam melaksanakan proses pembelajaran. Hal ini menyebabkan siswa tidak selalu
terlibat aktif ketika proses pembelajaran berlangsung. Dengan tidak terlibat
aktif, siswa tidak mengetahui kekurangan-kekurangan yang seharusnya dapat
diperbaiki ketika diberi koreksi dari pihak lain. Jika hal ini tidak segera
diatasi maka akan berdampak pada perkembangan mental siswa karena akan merasa
canggung untuk berkomunikasi di depan umum dalam situasi formal (resmi) dengan
menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Untuk mengatasi
permasalahan tersebut, dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia diperlukan
penerapan metode pembelajaran yang tepat. Salah satu metode yang dimaksud
adalah Practice-Rehearsal Pairs. Metode
tersebut dipilih karena di dalam pelaksanaannya dipersyaratkan siswa untuk
berpasang-pasangan di dalam pembelajaran keterampilan berbicara, sehingga
sangat memungkinkan adanya koreksi atau masukan dari pihak lain terhadap
keterampilan berbicara siswa. Dengan demikian, siswa dapat mengetahui
kelebihan-kelebihan dan kesalahan-kesalahan yang dimilikinya. Dari
kesalahan-kesalahan atau kekurangan-kekurangan tersebut siswa diarahkan untuk
memperbaikinya. Pada akhirnya tujuan pembelajaran keterampilan berbicara dapat
tercapai, yakni siswa memiliki keterampilan berbicara yang baik dan semua siswa
dapat mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan.
Dengan menerapkan metode
Practice-Rehearsal Pairs dalam proses
pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas V SDN 31 Pasempe Kecamatan Palakka
Kabupaten Bone, hasil belajar siswa dapat ditingkatkan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu
apakah dengan menggunakan metode Practice-Rehearsal
Pairs dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia pada siswa kelas V SDN
Negeri 31 Pasempe Kecamatan Palakka Kabupaten Bone?
C. Pemecahan Masalah
Berdasarkan
rumusan masalah yang telah dikemukakan maka untuk meningkatkan hasil belajar
Bahasa Indonesia pada siswa kelas V SDN 31 Pasempe Kecamatan Palakka Kabupaten
Bone peneliti akan menerapkan metode Practice-Rehearsal
Pairs. Adapun langkah-langkah dari metode Practice-Rehearsal Pairs adalah sebagai berikut:
1. Pilih
satu keterampilan yang akan dipelajari;
2. Bentuklah
pasangan-pasangan. Dalam pasangan, buat dua peran yaitu penjelas atau
pendemonstrasi dan pemerhati;
3. Orang
yang bertugas sebagai penjelas atau mendemonstrasikan cara mengerjakan
keterampilan yang telah ditentukan. Pemerhati bertugas mengamati dan menilai
penjelasan atau demonstrasi yang dilakukan temannya;
4. Pasangan
bertukar peran. Demonstrator kedua diberi keterampilan yang lain;
5. Proses
diteruskan sampai semua keterampilan atau prosedur dapat dikuasai.
D. Tujuan Penelitian
Berdasar
pada rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
bahwa metode Practice-Rehearsal Pairs
dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia pada siswa kelas V SDN Negeri
31 Pasempe Kecamatan Palakka Kabupaten Bone.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat
Teoritis
a. Hasil
penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan metode, strategi, dan teknik
pembelajaran berbicara guna meningkatkan hasil belajar siswa.
b. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian lebih lanjut
di dalam mengembangkan dan meningkatkan keterampilan berbahasa yang lainnya.
2. Manfaat
Praktis
a. Pada
Guru
1. Memotivasi
guru supaya selalu menggunakan metode-metode pembelajaran untuk mengatasi
masalah pembelajaran, khususnya pembelajaran berbicara.
2. Memaksimalkan
peran guru sebagai motivator dan fasilitator, khususnya dalam pembelajaran
berbicara.
b. Pada
Siswa
1. Memberikan
kemudahan kepada siswa untuk melakukan pembelajaran berbicara di sekolah.
2. Memberikan
warna baru dalam pembelajaran berbicara.
3. Menumbuhkan
minat pada siswa untuk senantiasa berlatih keterampilan berbicara.
c. Pada
Peneliti
1. Dapat
menerapkan hasil penelitian untuk mengatasi kendala-kendala pembelajaran
berbicara saat mengajar nanti.
2. Memotivasi
untuk menemukan konsep-konsep baru yang dapat diterapkan dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan.
d. Pada
Sekolah
1. Dapat
mengembangkan program sekolah melalui kegiatan keterampilan berbicara yang
dilakukan siswa guna meningkatkan mutu sekolah.
2. Jika
para siswa telah terampil berbicara, maka besar kemungkinan sekolah akan mampu
menghasilkan lulusan yang berkualitas.
I.
KAJIAN
PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka
1.
Hasil
Belajar
a.
Pengertian
Belajar
Menurut Travers
(dalam Agus Suprijono 2009:2) “belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian
tingkah laku”. Belajar berarti kegiatan psiko-fisik-sosio menuju ke
perkembangan pribadi seutuhnya. Menurut
Cronbach (dalam Agus Suprijono 2009:2) “belajar adalah perubahan perilaku
sebagai hasil dari pengalaman”. Perubahan
perilaku tersebut digambarkan sebagai proses perkembangan dan pertumbuhan.
Menurut Morgan (dalam Agus Suprijono 2009:2) “belajar
adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari
pengalaman”.
Berdasarkan
pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah proses
perubahan tingkah laku yang bersifat permanen.
b.
Pengertian
Hasil Belajar
Lindgren (dalam
Agus Suprijono 2009:7) mengungkapkan bahwa “hasil pembelajaran meliputi
kecakapan, informasi, pengertian dan sikap”. Hasil belajar adalah perubahan
perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan
saja. Artinya, hasil pembelajaram yang dikategorisasi oleh para pakar
pendidikan sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat secara fragmentaris atau
terpisah, melainkan komprehensif. Menurut Bloom (dalam Agus Suprijono 2009:6):
“Hasil
belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Domain kognitif
adalah knowledge (pengetahuan,
ingatan), comprehenson (pemahaman,
menjelaskan, meringkas, contoh) application
(menerapkan) analysis (menguraikan,
menentukan hubungan) synthesis
(mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah
receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization
(karakterisasi). Domain psikomotor meliputi intiatory,
pre-routine, dan rountinized.
Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial,
manajerial, dan intelektual”.
Dari pendapat ahli di atas maka
dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki seseorang
setelah melakukan proses belajar yang mencakup tiga aspek yaitu kognitif,
afektif, dan psikomotorik.
c. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar
dipengaruhi oleh besarnya usaha, intelegensi dan penguasaan awal, dan adanya
kesempatan. Untuk lebih
jelasnya, ketiga aspek tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1)
Besarnya usaha
Usaha adalah perbuatan yang terarah pada penyelesaian tugas-tugas
belajar. Ini berarti besarnya usaha adalah indikator dari adanya motivasi. Maka
dari itu, hasil belajar dipengaruhi oleh besarnya usaha yang dilakukan oleh
anak.
2)
Intelegensi dan penguasaan
awal
Hasil belajar juga dipengaruhi oleh intelegensi dan penguasaan
awal anak tentang materi yang akan dipelajari. Ini berarti bahwa guru
menetapkan tujuan belajar sesuai dengan kapasitas intelegensi anak dan pencapai
tujuan belajar perlu menggunakan bahan apersepsi, yaitu bahan yang telah
dikuasai anak sebagai batu loncatan untuk menguasai bahan pelajaran baru.
3)
Adanya Kesempatan
Adanya kesempatan juga mempengaruhi hasil belajar karena hal
tersebut memungkinkan anak untuk melakukan eksplorasi terhadap lingkungannya.
Oleh karena itu, guru perlu menyusun rancangan dan pengelolaan pembelajaran
yang baik.
2.
Bahasa
Indonesia
a.
Pengertian
Bahasa
Menurut Solchan
(dalam Hafid, 2013:1) “bahasa adalah sebuah alat untuk mengkomunikasikan
gagasan atau perasaan secara sistematis melalui penggunaan tanda, suara, gerak
atau tanda-tanda yang disepakati, yang memiliki makna yang dipahami”. Sedangkan
Haliday dan Hasan (dalam Hafid, 2013:2) mengungkapkan bahwa “bahasa adalah
salah satu dari sejumlah sistem makna yang secara bersama-sama membentuk budaya
manusia”.
Dari kedua
pendapat ahli tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah sebuah
alat untuk berkomunikasi yang digunakan secara bersama-sama melalui penggunaan
tanda, suara, gerak, dan tanda-tanda yang disepakati.
b.
Pengertian
Bahasa Indonesia
Menurut Prof. Dr. A. Teeuw (dalam
Minto Rahayu, 2007:8):
“Bahasa Indonesia ialah bahasa
perhubungan yang berabad-abad tumbuh dengan perlahan-lahan di kalangan penduduk
Asia Selatan dan setelah bangkitnya pergerakan rakyat Indonesia pada abad XX
dengan insyaf diangkat dan dimufakati serta dijunjung sebagai bahasa
persatuan”.
Amin Singgih (dalam Minto Rahayu,
2007:8):
“Bahasa Indonesia ialah bahasa yang dibuat,
dimufakati, dan diakui serta digunakan oleh masyarakat seluruh Indonesia
sehingga sama sekali bebas dari unsur-unsur bahasa daerah yang belum umum dalam
bahasa kesatuan kita. Dengan kata lain, Bahasa Indonesia ialah Bahasa Melayu
yang sudah menyatu benar dengan bahasa suku-suku bangsa yang ada di kepulauan nusantara.
Adapun bahasa daerah yang disumbangkan, betul-betul telah menyatu dan tidak lagi
terasa sebagai bahasa daerah”.
Prof. Dr. R.M.
Ng. Purbatjaraka (dalam Minto Rahayu, 2007:8) mengemukakan
bahwa “Bahasa Indonesia ialah bahasa yang sejak kejayaan Sriwijaya telah
menjadi bahasa pergaulan atau lingua
franca di seluruh Asia Tenggara”.
Minto Rahayu
(2007:8) “Bahasa Indonesia adalah Bahasa Melayu yang telah menyatu dengan
bahasa daerah dan bahasa asing yang berkembang di Indonesia”.
Dari keempat
pendapat ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Bahasa Indonesia adalah
gabungan dari bahasa melayu, bahasa daerah, dan bahasa asing yang telah
dimufakati dan digunakan oleh seluruh masyarakat Indonesia.
c.
Fungsi
Bahasa Indonesia
Minto Rahayu (2007:18)
mengemukakan bahwa:
“Dua
momen penting keberadaan Bahasa Indonesia adalah Sumpah Pemuda dan
Undang-Undang Dasar 1945. Dengan Sumpah Pemuda, menempatkan Bahasa Indonesia
sebagai bahasa nasional yang berfungsi sebagai, 1) Lambang Kebanggaan Nasional;
2) Lambang Identitas Nasional; 3) Alat Pemersatu Bangsa; dan 4) Alat Penghubung
Antardaerah dan Antarbudaya”.
Untuk lebih jelasnya, keempat
fungsi tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
1. Lambang
Kebanggan Bangsa
Bahasa Indonesia
mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan. Melalui
Bahasa Indonesia bangsa Indonesia menyatakan harga diri dan nilai-nilai budaya
yang dijadikan pegangan hidup.
2. Lambang
Identitas Nasional
Derajat Bahasa
Indonesia sama dengan bendera dan Negara Indonesia. Didalam melaksanakan
fungsinya, Bahasa Indonesia harus memiliki ciri khas sehingga serasi dengan
lambang-lambang kebangsaan yang lain. Hal tersebut menuntut masyarakat pemilik
dan pemakainya untuk membina dan mengembangkan sedemikian rupa sehingga bersih
dari unsur-unsur bahasa lain, baik daerah maupun asing, yang tidak perlu benar.
3. Alat
Pemersatu Bangsa
Sebagai alat pemersatu bangsa,
Bahasa Indonesia memungkinkan berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia ini
untuk mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu dengan tidak perlu
meninggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya
serta latar belakang bahasa yang bersangkutan. Dengan bahasa nasional, kita
bahkan dapat meletakkan kepentingan nasional di atas kepentingan daerah atau
golongan.
4. Alat
Penghubung Antardaerah dan Antarbudaya
Sebagai alat penghubung antardaerah
dan antarbudaya, Bahasa Indonesia telah menunjukkan kemampuannya sejak
berabad-abad yang lalu, semenjak bahasa tersebut bernama bahasa Melayu. Dengan
Bahasa Indonesia, kita dapat mengadakan talimarga atau komunikasi dengan
suku-suku bangsa yang menghuni kawasan Indonesia. Bahasa Indonesia mampu
menghilangkan jarak antara suku yang satu dengan suku yang lain, baik yang disebabkan
oleh faktor geografi maupun latar belakang sosial budaya dan bahasa daerah yang
berbeda-beda.
Selain fungsinya sebagai bahasa nasional,
Minto Rahayu (2007:18) menambahkan:
“Bahasa
Indonesia dalam UUD 1945 juga menyatakan dirinya sebagai bahasa Negara yang
mempunyai fungsi sebagai: 1) Bahasa Resmi Negara; 2) Bahasa Pengantar di dalam
Dunia Pendidikan; 3) Alat Penghubung pada Tingkat Nasional; dan 4) Alat
Pengembangan Kebudayaan, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi”.
Untuk
lebih jelasnya, keempat fungsi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
1. Bahasa
Resmi Negara
Didalam hubungannya dengan fungsi
ini Bahasa Indonesia dipakai dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan
kenegaraan baik secara lisan maupun tertulis. Dokumen-dokumen dan
keputusan-keputusan serta surat-surat yang dikeluarkan oleh pemerintah dan
badan-badan kenegaraan lainnya, ditulis dalam Bahasa Indonesia. Pidato
kenegaraan dan penjelasan-penjelasan pemerintah kepada masyarakat disampaikan
dalam Bahasa Indonesia.
2. Bahasa
Pengantar di dalam Dunia Pendidikan
Telah dibuktikan bahwa sejak Bangsa
Indonesia diproklamasikan sebagai Negara (17 Agustus 1945), Bahasa Indonesia
telah digunakan sebagai pengantar dalam dunia pendidikan menggantikan Bahasa
Belanda, kecuali di TK dan 3 tahun di SDN, penggunaan bahasa daerah belum sama
sekali dapat dihilangkan, mengingat Bahasa Indonesia masih dianggap sebagai
bahasa kedua. Namun, perkembangan membuktikan bahwa Bahasa Indonesia semakin
banyak digunakan sebagai bahasa pengantar pendidikan disemua jenjang dan jalur
pendidikan.
3. Alat
Penghubung pada Tingkat Nasional
Didalam hubungan dengan fungsi ini,
Bahasa Indonesia dipakai bukan saja sebagai alat talimarga antardaerah dan
antarsuku, melainkan juga sebagai alat talimarga didalam masyarakat yang sama
latar belakang sosial budaya dan bahasa.
4. Alat
Pengembangan Kebudayaan, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi
Penyebaran ilmu dan teknologi baik
melalui penulisan maupun penerjemahan buku-buku teks serta penyajiannya di
lembaga-lembaga pendidikan maupun melalui penulisan buku-buku untuk masyarakat
umum dan melalui sarana-sarana lain diluar lembaga-lembaga pendidikan
dilaksanakan dengan menggunakan Bahsa Indonesia.
d.
Tujuan
Bahasa Indonesia
Tujuan dari pembelajaran Bahasa
Indonesia di Sekolah Dasar yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) adalah agar peserta didik memiliki kemampuan:
ü Berkomunikasi
secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan
maupun tulis;
ü Menghargai
dan bangga menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahan persatuan dan bahasa
negara;
ü Memahami
Bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai
tujuan;
ü Menggunakan
Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan
emosional dan sosial;
ü Menikmati
dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi
pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa;
ü Menghargai
dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual
manusia Indonesia.
e.
Karakteristik
Bahasa Indonesia
Salah satu aspek paling penting
dari kemampuan kognitif manusia adalah kemampuan untuk mengerti, belajar, dan
menghasilkan bahasa. Bahasa dapat didefinisikan sebagai cara sistematis untuk
menyampaikan makna dengan menggunakan simbol dan suara. Komunikasi dan bahasa
merupakan bagian integral dari studi psikologi manusia. Meskipun ada lebih dari
3.000 bahasa, saat ini semua bahasa manusia memiliki berbagai karakteristik
dasar yang sama termasuk Bahasa Indonesia. Menurut Aninditya Sri Nugraheni (2012:22)
“karakteristik Bahasa Indonesia adalah sebagai 1) Bahasa Bersifat Arbitrer; 2) Bahasa
Bersifat Produktif; 3) Bahasa Bersifat Dinamis, dan 4) Bahasa Bersifat
Manusiawi”.
Untuk lebih jelasnya, keempat
karakteristik Bahasa Indonesia akan diuraikan sebagai berikut:
1. Bahasa
Bersifat Arbitrer
Bahasa bersifat arbitrer, artinya
hubungan antara lambang dan yang dilambangkan tidak bersifat wajib, bisa
berubah dan tidak dapat dijelaskan mengapa lambang tersebut mengonsepsi makna
tertentu. Secara konkret, alasan “sapi” melambangkan ‘sejenis binatang berkaki
empat yang bisa dikendarai’ adalah tidak bisa dijelaskan. Meskipun bersifat
arbitrer, tetapi juga konvensional. Artinya setiap penutur suatu bahasa akan
mematuhi hubungan lambang dengan yang dilambangkan. Misalnya, lambang ‘buku’
hanya digunakan untuk menyatakan ‘tumpukan kertas yang dijilid’. Dan tidak
untuk melambangkan konsep yang lain, sebab jika dilakukan berarti dia telah
melanggar konvensi itu.
2. Bahasa
Bersifat Produktif
Bahasa bersifat produktif artinya sejumlah
unsur yang terbatas, namun dapat dibuat satuan-satuan ujaran yang hampir tidak
terbatas. Artinya Bahasa Indonesia sangat berpotensi untuk dapat terus
berkembang serta menghasilkan kosakat-kosakata baru.
3. Bahasa
Bersifat Dinamis
Bahasa bersifat dinamis berarti
bahwa ia tidak lepas dari berbagai kemungkinan perubahan yang sewaktu-waktu
dapat terjadi. Perubahan itu dapat terjadi pada tataran apa saja, seperti
fonologis, morfologis, sintaksis, semantik, dan leksikon. Pada setiap waktu
mungkin terdapat kosakata baru yang muncul tetapi ada kosakata lama yang
tenggelam tidak digunakan lagi.
4. Bahasa
Bersifat Beragam
Meskipun bahasa mempunyai kaidah
atau pola tertentu yang sama, namun karena bahasa itu digunakan oleh penutur
yang heterogen yang mempunyai latar belakang sosial dan kebiasaan yang berbeda,
maka bahasa menjadi beragam, baik dalam tataran fonologis, morfologis,
sintaksis, semantik maupun pada tataran leksikon.
5. Bahasa
Bersifat Manusiawi
Bahasa merupakan alat komunikasi
verbal yang hanya dimiliki manusia. Hewan tidak mempunyai bahasa sebagai alat
komunikasi, yang ada adalah bunyi atau gerak isyarat, yang tidak bersifat
produktif dan dinamis. Manusia dalam menguasai bahasa tidak bersifat insting
atau naluriah, tetapi dengan cara belajar. Hewan tidak mampu mempelajari bahasa
manusia, oleh karena itu dikatakan bahwa bahasa itu bersifat manusiawi.
3.
Keterampilan
Berbicara
a.
Pengertian
Berbicara
Menurut Tarigan
(dalam Aninditya 2012:135-136) “berbicara merupakan bagian integral dari
keseluruhan kepribadian, mencerminkan lingkungan sang pembicara, kontak-kontak,
dan pendidikannya”. Berbicara tidak hanya menyampaikan sesuatu kepada
pendengar, tetapi juga merupakan kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi
atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan
perasaan.
Sedangkan menurut
Aninditya Sri Nugraheni (2012:135):
“Berbicara adalah suatu sistem tanda
yang didengar (audible) dan kelihatan
(visible) yang memanfaatkan sejumlah
otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau
ide-ide yang dikombinasikan”.
Berbicara
merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan fisik, psikologis,
neurologis, semantik, dan linguistik sedemikian ekstensif, sehingga dianggap
sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol sosial.
Dari kedua
pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa berbicara merupakan kegiatan
yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia untuk
mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan dan
menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.
b.
Tujuan
Berbicara
Tujuan utama
berbicara adalah untuk berkomunikasi. Aninditya Sri Nugraheni (2012:54-55)
menyatakan bahwa “tujuan pembicaraan sangat bergantung dari keadaan dan
keinginan pembicara”. Secara umum tujuan berbicara adalah 1) mendorong atau
menstimulasi, 2) meyakinkan, 3) menggerakkan, 4) menginformasikan, dan 5)
menghibur. Untuk lebih jelasnya, kelima tujuan berbicara tersebut akan
diuraikan sebagai berikut:
1) Dikatakan
mendorong atau menstimulasi apabila pembicara berusaha memberi semangat dan
gairah hidup kepada pendengar.
2) Dikatakan
meyakinkan apabila pembicara berusaha memengaruhi keyakinan, pendapat, atau
sikap pendengar. Alat yang paling penting dalam uraian itu adalah argumentasi.
Untuk itu diperlukan bukti, fakta, dan contoh konkret yang dapat memperkuat
uraian untuk meyakinkan pendengar. Reaksi yang diharapkan adalah adanya
persesuaian keyakinan, pendapat atau sikap atas persoalan yang disampaikan.
3) Dikatakan
menggerakkan apabila pembicara menghendaki adanya tindakan atau perbuatan dari
pendengar.
4) Dikatakan
menginformasikan apabila pembicara ingin memberikan informasi tentang sesuatu
agar pendengar dapat memahaminya.
5) Dikatakan
menghibur apabila pembicara bermaksud menggembirakan pendengarnya.
c.
Prinsip
Umum Kegiatan Berbicara
Beberapa prinsip
umum kegiatan berbicara, sebagaimana pendapat Brook (dalam Aninditya 2012:136)
adalah:
1.
Membutuhkan
paling sedikit dua orang. Tentu saja pembicaraan dapat dilakukan oleh satu
orang dan hal ini sering terjadi.
2.
Mempergunakan
suatu sandi linguistik yang dipahami bersama. Bahkan andaikatapun dipergunakan
dua bahasa, namun saling pengertian, pemahaman bersama itu tidak kurang
pentingnya.
3.
Menerima
atau mengakui suatu daerah referensi umum. Daerah yang referensinya umum
mungkin tidak mudah dikenal atau ditentukan, namun pembicaraan menerima
kecenderungan untuk menemukan sesuatu di antaranya.
4.
Merupakan
suatu pertukaran antara partisipan. Kedua pihak partisipan yang memberi dan
menerima dalam pembicaraan saling bertukar sebagai pembicara dan penyimak.
5.
Menghubungkan
setiap pembicara dengan yang lainnya dan kepada lingkungannya dengan segera.
Perilaku lisan sang pembicara selalu berhubungan dengan respons yang nyata atau
yang diharapkan dari sang penyimak, dan sebaliknya. Jadi hubungan itu bersifat
timbal balik atau dua arah.
6.
Berhubungan
atau berkaitan dengan masa kini. Hanya dengan bantuan bekas grafik-grafik
material, bahasa dapat luput dari kekinian dan kesegeraan. Pita atau berkas
berfungsi demikian. Ini merupakan salah satu keunggulan budaya manusia.
7.
Hanya
melibatkan aparat atau perlengkapan yang berhubungan dengan suara atau bunyi
bahasa dan pendengaran (vocal and
audiotary apparatus). Walaupun kegiatan dalam pita audio-lingual dapat
melepaskan gerak-visual dan grafik-material, namun hal sebaliknya tidak akan
terjadi, terkecuali bagi pantomim atau gambar. Tidak akan ada pada gerakan dan
grafik itu yang tidak berdasar dan bergantung pada audio-lingual dapat
berbicara terus-menerus dengan orang-orang yang tidak kita lihat, di rumah, di
tempat bekerja, dan dengan telepon. Percakapan-percakapan seperti ini merupakan
pembicaraan yang khas dalam bentuknya yang khas, dalam bentuknya yang paling
asli.
8.
Secara
tidak pandang bulu menghadapi serta melakukan apa yang nyata dan diterima
sebagai dalil. Keseluruhan lingkungan yang dapat dilambangkan oleh pembicaraan
mencakup bukan hanya dunia nyata yang mengelilingi pembaca tetapi juga dunia
gagasan yang lebih luas yang mereka masuki.
d.
Ragam
Seni Berbicara
Banyak orang
yang tidak mudah berbicara didepan umum padahal berbicara adalah kebutuhan
pokok bagi setiap manusia. Manusia merupakan makhluk sosial yang harus
berkomunikasi dengan yang lainnya. Ragam berbicara yaitu wawancara, pidato, dan
bercerita.
1. Wawancara
Wawancara yang dimaksud
di sini adalah pembicaraan yang dilakukan oleh pewawancara dengan yang
diwawancarai. Pewawancara mengajukan pertanyaan kepada yang diwawancarai.
Kegiatan seperti ini biasanya dilakukan oleh wartawan atau reporter dalam
mencari berita.
Wawancara bertujuan
untuk mengungkapkan pendapat tokoh atau narasumber tentang suatu hal. Misalnya,
untuk mengetahui manfaat mendongeng, pewawancara mewawancarai ahli dongeng.
Untuk mencari berita kecelakaan bus, pewawancara mewawancarai narasumber yang
mengetahui peristiwa tersebut secara rinci agar sumbernya akurat dan
terpercaya.
2. Pidato
Pidato adalah
suatu ucapan yang baik untuk disampaikan kepada orang banyak. Contoh pidato
yang sering kita lihat dan kita dengar yaitu pidato kenegaraan, pidato
menyambut hari besar, pidato pembangkit semangat, pidato dalam sambutan acara,
dan sebagainya. Biasanya di sekolah-sekolah pada meeting class sering diadakan lomba pidato. Kegiatan tersebut
sangat bagus membentuk mental anak didik berani berbicara di depan umum. Pidato
yang baik dapat memberikan pesan baik bagi pendengar.
Adapun tujuan
pidato sebagaimana dikemukakan oleh Yuni Suanjari (dalam Aninditya 2012:140)
adalah:
“Pertama,
pidato harus dapat memengaruhi orang lain agar mau mengikuti kemauan pembicara
tanpa paksaan sama sekali; kedua, pidato dapat memberikan informasi kepada
orang lain; ketiga, pidato dapat membuat orang lain senang”.
3. Bercerita
Bercerita
merupakan kegiatan yang telah lama diadobsi menjadi sebuah teknik penyampaian
materi di kelas. Metode ceramah akan terasa monoton jika tidak diselingi
cerita. Bahkan dalam mata pelajaran eksak pun butuh unsur cerita dalam
menyampaikan materinya.
Bercerita adalah
aspek penting dalam perolehan bahasa. Keakraban anak pada bentuk-bentuk cerita
merupakan nilai penting dalam proses pemerolehan bahasa. Pengalaman anak yang
diperoleh dengan mendengarkan cerita dapat memperkaya perbendaharaan kata.
Keterampilan bercerita seperti menyampaikan informasi faktual secara jelas,
merupakan keterampilan yang tidak diperoleh dengan sendirinya. Keterampilan
bercerita menjadi bagian pembelajaran bahasa bagi guru. Menurut Weray dan
Medwell (dalam Aninditya 2012:148):
“Dengan
bercerita atau merangkai peristiwa dalam ujaran, anak-anak memperoleh
kesempatan mengungkapkan hal yang sudah terjadi, menyampaikan apa yang sudah
terjadi, dan meramalkan apa yang akan terjadi”.
Anak-anak juga
belajar menyesuaikan persepsinya dengan persepsi orang lain. Pada saat yang
sama, anak-anak berlatih untuk menyimak cerita. Keterampilan ini tampaknya
mudah, namun dalam pelaksanaannya dapat menjadi sangat sulit untuk dimulai. Di
sinilah peran guru untuk mendorong anak agar belajar menghormati orang yang
sedang berbicara.
Proses belajar
bahasa pada anak di sekolah sangat dipengaruhi oleh pengalaman mereka
sebelumnya, yaitu sebelum mereka menginjak bangku sekolah formal. Kesenangan
belajar bahasa pada dasarnya berasal dari pengalaman yang menyenangkan.
Misalnya, ketika anak diperkenalkan pada pada bentuk-bentuk tulisan dan gambar,
kesadaran mereka akan hubungan antara sesuatu yang tertulis dengan sesuatu yang
diujarkan merupakan langkah awal yang baik untuk memperkenalkan bentuk
pengungkapan bahasa yang lain, yaitu membaca dan menulis.
Bercerita
merupakan alat untuk mengkomunikasikan gagasan yang telah disusun. Melalui cerita,
seseorang bisa mengungkapkan gagasannya tentang sesuatu hal. Pengungkapan
tersebut bisa secara lisan maupun tulisan. Pengungkapan secara lisan sering
dikenal dengan istilah bercerita. Adapun jenis dari kegiatan berbicara yaitu
diskusi, wawancara, bercakap-cakap pidato, deklamasi, sandiwara,
telepon-menelepon, rapat, pemberitaan, tutur sapa, menyanyi, bermain dan
sebagainya.
4.
Pembelajaran
Kooperatif (Cooperative Learning)
a.
Pengertian
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran
Kooperatif merupakan pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa
dalam satu kelas dijadikan kelompok-kolmpok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5
orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru. Menurut Wina Sanjaya
(dalam Aninditya 2012:180) “pembelajaran kooperatif yaitu antara empat sampai
enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin,
ras, atau suku yang berbeda (heterogen)”.
Pembelajaran
kooperatif merupakan pembelajaran dengan memerhatikan keberagaman anggota
kelompok sebagai wadah siswa bekerjasama dan memecahkan masalah melalui
interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan kepada peserta
didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia
menjadi narasumber bagi teman yang lain. Sedangkan menurut Aninditya (2012:185):
“Pembelajaran kooperatif merupakan
pembelajaran kelompok antar tim kecil dengan jumlah siswa dua sampai lima yang
tersusun dari berbagai latar belakang. Pembagian anggota dalam kelompok
tersebut harus memerhatikan keheterogenan kemampuan siswa. Mereka belajar
bersama dalam kelompok-kelompok tersebut dan saling membantu sama lain”.
Jadi,
pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang mengutamakan kerja sama
diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
b.
Ciri-Ciri
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran
kooperatif memiliki ciri-ciri: 1) untuk
menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif,
2) kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang,
dan rendah, 3) jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa
ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap
kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbedea pula, dan
4) penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan.
c.
Tujuan
Pembelajaran Kooperatif
Ibrahim (dalam
Aninditya 2012:185-186) menyatakan bahwa:
“Pembelajaran
dengan pendekatan kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan, yaitu: 1)
untuk meningkatkan hasil belajar akademik, 2) mengembangkan penerimaan terhadap
keberagaman atau perbedaan individual, dan 3) mengembangkan keterampilan sosial”.
Menurut
Aninditya (2012:186) tujuan dari pembalajaran kooperatif adalah sebagai
berikut:
1.
Meningkatkan
hasil belajar kognitif pada siswa berkemampuan tinggi dan siswa yang mempunyai
kemampuan rendah. Siswa yang tergolong berkemampuan lebih tinggi atau kelompok
atas dapat berperan sebagai teman belajar (teman sebaya) bagi anggota
kelompoknya yang memiliki kemampuan yang lebih rendah. Dalam proses
pembelajaran dengan tutor sebaya, siswa yang berkemampuan lebih tinggi dapt
meningkatkan kemampuan akademiknya melalui kegiatan membantu temannya untuk
memahami materi pelajaran. Sebaliknya, siswa dari kelompok berkemampuan kurang
akan memperoleh informasi eksternal karena merasa dibantu teman sejawatnya yang
memiliki orientasi sama dalam proses belajar.
2.
Mengembangkan
penerimaan terhadap keberagaman atau perbedaan individual yang sangat penting
dilakukan, terutama dalam membentuk sikap saling menerima dan menghargai
perbedaan pendapat, etnis, status sosial, dan kemampuan kademik antara anggota
kelompok belajar. Hal ini dapat memperkuat pola kerjasama antar sesama siswa
dalam rangka mencapai tujuan utama kelompoknya dibandingkan dengan kelompok
yang lain.
3.
Untuk
mengembangkan keterampilan sosial, pembelajaran kooperatif memberikan
kontribusi pada proses terbentuknya keterampilan bekerjasama.
d.
Unsur-Unsur
Pokok Pembelajaran
Kooperatif
Menurut Ibrahim
(dalam Aninditya 2012:190) unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif:
1)
Siswa
dalam kelompok haruslah baranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan,
2)
Siswa
bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya,
3)
Siswa
haruslah melihat semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan sama,
4)
Siswa
harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama antaranggota,
5)
Siswa
akan dikenakan evaluasi atau diberi penghargaan yang juga dikenakan untuk semua
anggota kelompok,
6)
Siswa
berbagi kepemimpinan dan mereka saling membutuhkan keterampilan untuk belajar
bersama, dan
7)
Siswa
diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam
kelompok tersebut.
Abdurrahman dan
Bintoro (dalam Aninditya 2012:191) menyebutkan “ada empat unsur pokok dalam
pembelajaran kooperatif, yaitu: saling ketergantungan positif, interaksi tatap
muka, akuntabilitas individual, dan keterampilan hubungan antar pribadi”.
5.
Metode
Practice-Rehearsal Pairs
a.
Pengertian
Metode Practice-Rehearsal Pairs
Menurut Zani
(dalam Abdul Munip 2013:39) “Practice-Rehearsal
Pairs adalah metode sederhana untuk mempraktikkan suatu keterampilan atau
prosedur dengan teman belajar”. Sedangkan menurut Abdul Munip (2013:39) “Practice-Rehearsal Pairs merupakan suatu
metode pembelajaran aktif yang digunakan untuk mempraktikkan suatu keterampilan
atau prosedur dengan teman belajar secara berulang-ulang”. Kemudian Supriadi
(dalam Abdul Munip 2013:39) mengemukakan bahwa “Practice-Rehearsal Pairs merupakan suatu metode pembelajaran yang
digunakan dengan cara praktik berpasang-pasangan”.
Dari ketiga pendapat
di atas maka dapat disimpulkan bahwa metode Practice-Rehearsal
Pairs adalah metode sederhana yang digunakan untuk untuk mempraktikkan
suatu keterampilan yang dilakukan secara berpasang-pasangan.
b.
Langkah-Langkah
Pembelajaran Metode Practice-Rehearsal
Pairs
Langkah-langkah
metode pembelajaran praktik berpasangan atau Practice-Rehearsal Pairs adalah:
1. Pilih
satu keterampilan yang akan dipelajari;
2. Bentuklah
pasangan-pasangan. Dalam pasangan, buat dua peran yaitu penjelas atau
pendemonstrasi dan pemerhati;
3. Orang
yang bertugas sebagai penjelas atau mendemonstrasikan cara mengerjakan
keterampilan yang telah ditentukan. Pemerhati bertugas mengamati dan menilai
penjelasan atau demonstrasi yang dilakukan temannya;
4. Pasangan
bertukar peran. Demonstrator kedua diberi keterampilan yang lain;
5. Proses
diteruskan sampai semua keterampilan atau prosedur dapat dikuasai.
c.
Keunggulan
dan Kelemahan Metode Practice-Rehearsal
Pairs
Berdasarkan
langkah-langkah pembelajaran yang telah diungkapkan sebelumnya, dapat dilihat
bahwa metode Practice-Rehearsal Pairs memiliki
keunggulan dan kelemahan. Keunggulan dari metode ini adalah cocok diterapkan
untuk keterampilan yang bersifat psikomotor dan meningkatkan partisipasi siswa
dalam proses pembelajaran, sedangkan kekurangannya adalah tidak cocok
diterapkan dalam pembelajaran yang bersifat teoritis.
B. Kerangka Pikir
Berbahasa
merupakan keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap manusia untuk berkomunikasi
dengan pihak yang lain dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai makhluk
sosial. Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen yang meliputi:
keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan
keterampilan menulis.
Keterampilan
berbicara sebagai salah satu keterampilan berbahasa memiliki peranan sangat
penting dalam kehidupan sehari-hari, yaitu untuk berkomunikasi, sehingga
keterampilan ini perlu dipelajari sejak dini.
Untuk mencapai
keberhasilan dalam pembelajaran berbicara perlu adanya motivasi yang tinggi.
Tindakan kreatif guru dalam mengemas dan menyajikan materi pembelajaran bahasa
Indonesia khususnya pembelajaran berbicara sangat penting dilakukan supaya
pembelajaran lebih bermakna, menarik, mudah dipahami, dan dapat membangun
kreativitas siswa, dan pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Salah satu cara yang dapat dilakukan dengan menggunakan metode practice-rehearsal pairs.
Selama ini,
kebanyakan siswa merasa kesulitan dalam memperbaiki prestasinya dalam
pembelajaran keterampilan berbicara. Hal ini terjadi karena metode pembelajaran
yang digunakan masih kurang kreatif, sehingga di dalam proses pembelajaran para
siswa tidak selalu terlibat aktif dalam proses pembelajaran sehigga mereka akan
merasa bosan. Selain kurang kreatif, penggunaan metode pembelajaran yang masih
konvensional juga menjadi faktor penyebab rendahnya hasil belajar dalam
pembelajaran keterampilan berbicara dimana siswa diminta berbicara dengan tema
dan durasi yang telah ditentukan tanpa ada koreksi dari pihak lain yang
menyebabkan mereka tidak mengetahui kekurangan-kekurangan yang seharusnya
diperbaiki. Padahal, keterampilan berbicara adalah aktivitas yang memerlukan
koreksi dari orang lain. Berbicara harus dilakukan secara berulang-ulang,
intensif, dan dengan motivasi yang tinggi.
Dengan
menggunakan metode pembelajaran practice-rehearsal
pairs diharapkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran berbicara
meningkat. Metode pembelajaran ini memungkinkan siswa mendapat perhatian atau
koreksi dari pihak lain sehingga siswa mengetahui kekurangan-kekurangan yang
harus diperbaiki di dalam keterampilan berbicara. Dari kesalahan-kesalahan
tersebut atau kekurangan-kekurangan tersebut siswa diarahkan untuk
memperbaikinya.
Kerangka pikir tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:
C. Hipotesis
Berdasarkan
kerangka piker tersebut, maka hipotesis tindakan penelitian ini adalah jika
menggunakan metode Practice-Rehearsal
Pairs dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas V SDN 31 Pasempe
Kecamatan Palakka Kabupaten Bone maka hasil belajar siswa dapat meningkat.
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan
dan Jenis Penelitian
1. Pendekatan
Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pendekatan kualitatif karena penelitian ini bersifat deskriptif.
Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif.
2. Jenis
Penelitian
Jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Jenis penelitian ini diambil karena adanya
masalah terkait dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Dengan dilakukannya penelitian tindakan kelas, hasil belajar siswa dapat
ditingkatkan. Hal ini serupa dengan yang dinyatakan oleh Mohammad Asrori
(2007:6) bahwa:
“Penelitian tindakan kelas dapat
didefinisikan suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan
tindakan-tindakan tertentu untuk memperbaiki dan meningkatkan praktik
pembelajaran di kelas secara lebih berkualitas sehingga siswa dapat memperoleh
hasil belajar yang lebih baik”.
B. Fokus
Penelitian
Yang menjadi fokus dalam penelitian ini
adalah:
1.
Pembelajaran
kooperatif tipe Practice-Rehearsal Pairs.
Untuk mengetahui sejauhmana kesesuaian
penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Practice-Rehearsal Pairs.
2.
Hasil Belajar
Untuk melihat apakah
hasil belajar siswa pada pembelajaran Bahasa Indonesia dapat meningkat dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Practice-Rehearsal Pairs.
C. Setting
dan Subjek Penelitian
1. Setting
Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas V SDN 31 Pasempe Kecamatan Palakka Kabupaten Bone. Sekolah ini berada di Desa Pasempe Kecamatan
Palakka Kabupaten Bone, letaknya kurang lebih 50 meter dari kantor Desa
Pasempe, berhadapan langsung dengan kebun coklat, kanan dan kirinya
bersebelahan langsung dengan rumah warga. Alasan memilih SDN 31 Pasempe Kecamatan Palakka Kabupaten
Bone ini karena ingin meningkatkan proses pembelajaran di sekolah
tersebut dan lokasinya yang mudah
dijangkau serta adanya dukungan dari Kepala Sekolah dan guru terhadap pelaksanaan penelitian ini.
2. Subjek
Penelitian
Yang menjadi subjek penelitian ini adalah
guru dan siswa kelas V SDN 31 Pasempe Kecamatan Palakka Kabupaten Bone dengan jumlah
siswa sebanyak 27
orang yang terdiri
dari 17 orang siswa laki-laki dan 12 orang siswa perempuan. Pelaksanaan penelitian dilaksanakan
pada tahun pelajaran 2014/2015.
D. Rancangan
Tindakan
Adapun bagan dari tahap-tahap pelaksanaan
tindakan kelas ini adalah sebagai berikut:
Siklus Pelaksanaan Tindakan Kelas Mohammad
Asrori (2007:103)
Berdasarkan
bagian-bagian tentang prosedur pelaksanaan tindakan penelitian yang terdiri
atas tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi, maka ke empat
tahap tersebut diurutkan sebagai berikut:
1.
Perencanaan
Tindakan
Langkah awal dalam penelitian ini adalah
menetapkan rencana yang akan dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia melalui
pembelajaran kooperatif tipe Practice-Rehearsal
Pairs pada siswa kelas
V SDN 31 Pasempe Kecamatan Palakka Kabupaten Bone.
Perencanaan tersebut
meliputi kegiatan-kegiatan sebagai
berikut:
a.
Peneliti melakukan analisis
kurikulum untuk mengetahui kompetensi dasar yang akan disampaikan kepada siswa
melalui penerapan pembelajaran
kooperatif tipe Practice-Rehearsal Pairs;
b.
Peneliti menyusun Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) beserta instrumennya sesuai dengan langkah-langkah
pembelajaran kooperatif tipe Practice-Rehearsal Pairs. Penyusunan RPP
dilakukan setelah peneliti berkonsultasi dengan guru kelas V.
c.
Membuat
media pembelajaran yang diperlukan untuk membantu siswa memahami materi yang
diajarkan. Media tersebut harus sesuai dengan materi yang akan diajarkan
d.
Menyusun
lembar kegiatan siswa (LKS), dimana pada saat pelaksanaan tindakan akan
digunakan untuk merangsang keaktifan siswa dalam belajar dan membantu siswa
untuk menemukan sendiri konsep yang menjadi materi pelajaran sebelum guru
menjelaskan materi sesuai tujuan yang akan dicapai.
e.
Menyusun
lembar evaluasi untuk menilai pencapaian tujuan-tujuan pembelajaran. Soal-soal
evaluasi disusun dalam bentuk essay dan berdasarkan tujuan pembelajaran yang
akan dicapai. Penyusunan soal-soal evaluasi juga dilakukan setelah mendapatkan
arahan dari guru kelas V. Membuat format pengamatan (observasi). Lembar
pengamatan dibuat dalam dua bentuk format, yaitu format untuk mengamati
aktivitas guru dan format untuk mengamati aktivitas siswa selama pelaksanaan
tindakan penerapan pembelajaran kooperatif tipe Practice-Rehearsal Pairs Selain itu, peneliti juga membuatkan pedoman
penilaian yang akan menjadi acuan observer (pengamat) dalam mengisi lembar
observasi tersebut.
2.
Pelaksanaan
Tindakan
Kegiatan pada tahap ini adalah melaksanakan
kegiatan pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Practice-Rehearsal Pairs dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) yang telah dibuat. Adapun pelaksanaan tindakan disesuaikan dengan
langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Practice-Rehearsal Pairs, yaitu sebagai berikut:
a.
Guru
memilih satu keterampilan yang akan dipelajari;
b.
Guru
membentuk pasangan-pasangan. Dalam pasangan, guru membuat dua peran yaitu
penjelas atau pendemonstrasi dan pemerhati;
c.
Siswa
yang bertugas sebagai penjelas atau mendemonstrasikan cara mengerjakan
keterampilan yang telah ditentukan. Siswa yang bertugas menjadi pemerhati
mengamati dan menilai penjelasan atau demonstrasi yang dilakukan temannya;
d.
Pasangan
siswa bertukar peran. Demonstrator kedua diberi keterampilan yang lain;
e.
Proses
diteruskan sampai semua keterampilan atau prosedur dapat dikuasai.
3.
Observasi
Tahap observasi adalah mengamati seluruh
proses tindakan dan pada saat selesai tindakan. Fokus observasi adalah
aktivitas guru dan murid. Aktivitas guru dapat diamati mulai pada tahap
pembelajaran, saat pembelajaran, dan akhir pembelajaran. Observasi mengamati pengaruh tindakan pada
pembelajaran Bahasa Indonesia mulai dari seluruh proses tindakan dan pada saat tindakan selesai. Hal yang perlu diperhatikan adalah guru yang
melaksanakan tindakan dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Practice-Rehearsal Pairs mulai dari awal tahap pembelajaran, saat
pembelajaran dan akhir pembelajaran. Selain itu, yang perlu diamati adalah
aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Lembar observasi diisi
dengan cara memberi tanda centang pada kolom-kolom penilaian. Pengisian harus
menyesuaikan aktivitas-aktivitas guru dan siswa yang terjadi selama
pembelajaran dengan pedoman observasi yang telah tersedia.
4.
Refleksi
Berdasarkan hasil
pengamatan yang telah diperoleh, maka selanjutnya diadakan kegiatan refleksi dari tindakan yang telah dilakukan. Kegiatan pada langkah refleksi pada dasarnya
meliputi pencermatan, pengkajian, analisis, sintesis, dan penilaian terhadap
hasil observasi terhadap tindakan yang telah dilakukan. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui
kelemahan-kelemahan atau kekurangan-kekurangan yang terjadi selama proses
pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran
kooperatif tipe Practice-Rehearsal Pairs. Jika terdapat masalah dari proses refleksi, maka peneliti harus
melakukan proses pengkajian ulang pada siklus berikutnya, yang meliputi
kegiatan perencanaan ulang, tindakan ulang, dan observasi ulang sampai
permasalahan tersebut dapat diatasi.
E. Teknik
dan Prosedur Pengumpulan Data
1. Teknik
Pengumpulan Data
Dalam upaya memperoleh data atau informasi,
maka peneliti harus mengumpulkan data melalui alat-alat tertentu, seperti
melakukan tes. wawancara, observasi, dan catatan lapangan. Khususnya dalam
penelitian ini, yaitu meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia yang digunakan
berupa:
a.
Observasi
Observasi digunakan peneliti untuk mengadakan
pengamatan terhadap objek yang diteliti, observasi dilaksanakan bersama dengan
proses pembelajaran yang meliputi aktivitas siswa, pengembangan materi dan
hasil belajar siswa. Alat yang digunakan yaitu berupa lembaran-lembaran isian
atau ceklis. Observasi terhadap dampak tindakan dilakukan secara kontinu dengan
berbagai cara, ini berarti dilakukan secara terus-menerus baik dalam proses
pembelajaran maupun hasil belajar.
b.
Tes
Tes merupakan serangkaian pertanyaan untuk
mengukur keterampilan, pengetahuan, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu
atau kelompok. Untuk memperoleh gambaran/informasi tentang bagaimana pengaruh
pembelajaran kooperatif tipe Practice-Rehearsal
Pairs terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia, maka dipergunakan tes
sebagai instrument penelitian. Tes dilakukan pada awal penelitian, pada akhir
setiap tindakan dan pada akhir setelah diberikan serangkaian tindakan.
c.
Catatan
Lapangan
Catatan lapangan memuat hal-hal penting terjadi
selama pembelajaran berlangsung yang dapat digunakan untuk melengkapi data.
d.
Wawancara
Wawancara atau interview merupakan suatu cara
yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dan dengan jalan tanya
jawab sepihak. Dikatakan sepihak karena wawancara ini objek yang diteliti,
responden tidak diberi kesempatan sama sekali untuk mengajukan pertanyaan.
Wawancara digunakan peneliti untuk berkomunikasi dengan siswa (responden) yang
diharapkan dapat memberikan jawaban atas pertanyaan yang akan diajukan.
Wawancara dimaksud untuk menggali informasi kesulitan siswa dalam meningkatkan
hasil belajar Bahasa Indonesia. Wawancara juga digunakan untuk mengetahui
sejauhmana siswa dapat mengerti materi yang sudah disajikan guru.
2. Prosedur
Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data pada penelitian
dimulai dari pra penelitian, untuk mengetahui masalah yang dihadapi guru dan
murid dalam proses pembelajaran. Agar data yang ada bisa valid, maka perlu
menggunakan teknik-teknik pengumpulan data.
Adapun prosedur yang digunakan adalah untuk
mengetahui sejauh mana tingkat hasil belajar siswa pada pelajaran Bahasa
Indonesia diadakan evaluasi dengan menggunakan tes. Tes yang digunakan berupa
tes tertulis maupun tes lisan yang dilaksanakan pada awal pembelajaran maupun akhir
pembelajaran.
Selain tes, untuk mengetahui sejauh mana
tingkat kesulitan yang dialami siswa dalam meningkatkan hasil belajar mereka
digunakan teknik wawancara dengan memberikan beberapa pertanyaan.
Untuk mengamati kesesuaian antara pelaksanaan
tindakan dan perencanaan yang telah disusun dan untuk mengetahui sejauh mana
pelaksanaan tindakan dapat menghasilkan perubahan yang sesuai dengan yang
dikehendaki maka digunakan
adalah observasi. Yang termuat dalam observasi adalah pedoman observasi yang
ditujukan terhadap guru dan murid.
Dan untuk memuat hal-hal penting yang terjadi
selama pembelajaran berlangsung yang dapat digunakan untuk melengkapi data-data
yang tidak terekam dalam lembar observasi maka yang digunakan adalah catatan
lapangan.
F. Teknik
Analisis Data dan Indikator Keberhasilan
1. Analisis
Data
Analisis data dalam
pelaksanaan penelitian tindakan kelas dilakukan selama dan sesudah pengumpulan
data. Analisis data dapat dilakukan setelah melihat data yang telah dikumpulkan
melalui tes, observasi dan catatan lapangan selama tahapan-tahapan (siklus)
yang telah dilewati.
Miles dan Huberman
(dalam Acep Yonny dkk, 2010:138) berpendapat bahwa “analisis data secara kualitatif dilakukan melalui
tahap-tahap reduksi data yang telah dikumpulkan, paparan data, dan penyimpulan
data”.
Langkah reduksi data
dilakukan dengan cara menyeleksi, menyederhanakan, memfokuskan, mengabstraksi
data mentah menjadi bermakna, menstransformasikan secara sistematik dan
rasional untuk menampilkan bahan-bahan yang digunakan sebagai dasar menyusun
jawaban atas tujuan penelitian tindakan kelas ini. Paparan data dilakukan
dengan cara menampilkan data penting secara lebih sederhana dan bermakna dalam
bentuk narasi, tabel, grafik, atau bagan. Penyimpulan dilakukan dengan
mengambil intisari dari sajian data yang telah terorganisasi dalam bentuk
kalimat atau formula singkat, padat, namun mengandung pengertian yang luas.
2. Indikator
Keberhasilan
Indikator keberhasilan dalam peneliti
tindakan ini adalah indikator peningkatan hasil belajar Bahasa Indonesia. Adapun
kriteria yang digunakan untuk meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia sesuai dengan kriteria standar yang
diungkapkan Nurkancana (dalam
Hadra H. Dg. Maudu 2009:45) sebagai berikut: “Tingkat penguasaan 90% - 100%
dikategorikan sangat tinggi, 80% - 89% dikategorikan tinggi, 65% - 79%
dikategorikan sedang, 55% - 64% dikategorikan rendah dan 0% - 54% dikategorikan
sangat rendah”. Berdasarkan kriteria standar tersebut, maka
peneliti menentukan tingkat kriteria keberhasilan tindakan pada penelitian ini
dilihat dari keterampilan berbicara siswa secara keseluruhan menunjukkan
tingkat pencapaian keberhasilan 75%.
G. Jadwal
Penelitian
Penelitian ini memiliki jadwal secara rinci
yang akan diuraikan dalam tabel seperti berikut:
No
|
Jenis Kegiatan
|
Pelaksanaan
|
|||||
Minggu
|
Bulan
|
Tahun
|
|||||
1
|
2
|
3
|
4
|
||||
1.
|
Persiapan
a.
Mengadakan
prapenelitian/ observasi
b.
Perencanaan/pembuatan
proposal
c.
Penyusunan
rencana pembelajaran, lembar kerja siswa (LKS) dan instrument penelitian
d.
Melaksanakan
seminar
e.
Merevisi
proposal hasil seminar
|
||||||
2.
|
Pelaksanaan penelitian siklus I
a.
Perencanaan
tindakan
b.
Pelaksanaan
tindakan dan observasi serta interprestasi data
c.
Analisis
dan refleksi
|
||||||
3.
|
Pelaksanaan penelitian siklus II
a. Perencanaan tindakan
b.
Pelaksanaan
tindakan dan observasi serta interprestasi data
c.
Analisis
dan refleksi
|
||||||
4.
|
Penyusunan laporan hasil penelitian
a.
Menyusun
daftar hasil penelitian
b.
Menyelenggarakan
daftar hasil penelitian
|
||||||
5.
|
Penggandaan dan publikasi laporan hasil penelitian
|
H. Daftar
Pustaka
Arifin, Zaenal dan Amran Tasai. 2010. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta:
Akademika Pressindo
Asrosi,
Muhammad. 2007. Penelitian Tindakan Kelas.
Bandung: Wacana Prima
Hafid, Abd. 2013. Pendidikan
Bahasa Indonesia Kelas Tinggi Sekolah Dasar. Universitas Negeri Makassar
H. Dg. Maudu, Hadra. 2009. Meningkatkan Keterampilan Berbicara Pada
Dialog Cerita Anak Melalui Metode Sosiodrama Kelas V SDN Bampanga Kabupaten
Banggai Kepulauan. Universitas Negeri Makassar
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). 2006. Mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk tingkat SDN/MI.
Jakarta: Depdiknas.
Munip, Abdul. 2013. Keefektifan
Metode Practice_Rehearsal Pairs dalam Pembelajaran Berbicara pada Siswa Kelas
VII SMP Negeri 3 Batang Tahun Ajaran 2012/2013. IKIP PGRI Semarang
Tersedia:
Nugraheni, Aninditya Sri. 2012. Penerapan Strategi Cooperative Learning dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia. Yogyakarta: Mentari Pustaka
Nurjamal,
Daeng, dkk. 2011. Terampil Berbahasa.
Bandung: Alfabeta
Rahayu,
Minto. 2007. Bahasa Indonesia di
Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo
Sua, Tenri. 2010. Berbicara
II. Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Muhammadiyah Bone
Suprijono,
Agus. 2009. Cooperative Learning.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Yonny, Acep dkk. 2010. Menyusun
Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Familia
0 komentar:
Posting Komentar