Rabu, 03 Juni 2015

ptk

USULAN PENELITIAN

PENINGKATAN    HASIL    BELAJAR    BAHASA   INDONESIA   MELALUI PENERAPAN  PEMBELAJARAN   KOOPERATIF   TIPE  PRACTICE– REHEARSAL PAIRS PADA SISWA KELAS V SDN 31 PASEMPE KECAMATAN     PALAKKA     KABUPATEN     BONE



RISKA MAULIDIAH
1247242023
22.D



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR


2015


I.     PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
“Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membina peserta didik agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap positif dalam menjalani kehidupan” (Daeng Nurjamal dkk, 2011:2). Jadi, suatu proses pendidikan dan pembelajaran dikatakan berhasil apabila peserta didik beroleh perubahan ke arah yang lebih baik dalam penambahan pengetahuan, perubahan penguasaan keterampilan, dan perubahan positif menuju pendewasaan sikap dan perilaku.
Demikian pula halnya dengan proses pembelajaran bahasa, harus mampu meningkatkan kemampuan peserta didik yang meliputi ketiga aspek utama ranah pendidikan yaitu meningkatkan pengetahuan tentang bahasa, meningkatkan keterampilan berbahasa, dan membangun sikap positif serta santun berbahasa.
Wardhaugh (dalam Hafid, 2013:1) mengatakan bahwa “bahasa adalah sebuah simbol yang arbitrer yang digunakan untuk komunikasi manusia”. Hal ini berarti bahwa bahasa merupakan suatu simbol yang telah disepakati untuk digunakan dalam melakukan komunikasi antar sesama manusia. Senada dengan Wardhaugh, Kentjono (dalam Hafid, 2013:2) mengemukakan bahwa “bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota sosial untuk berkomunikasi, bekerja sama, dan mengidentifikasi diri”.
“Bahasa Indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting, seperti tercantum pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi “Kami Putra dan Putri Indonesia Menjunjung Tinggi Bahasa Persatuan Bahasa Indonesia” (Zaenal Arifin dan Amran Tasai, 2010:12). Pernyataan ini berarti bahwa Bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional yang berada diatas bahasa-bahasa daerah. Selain itu, didalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 36 mengenai Bahasa Indonesia berbunyi Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.
Di jenjang Sekolah Dasar pelajaran Bahasa Indonesia merupakan salah satu pelajaran pokok diantara mata pelajaran Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) lebih menekankan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran tanpa mengabaikan hasil belajar. Hal ini terlihat dalam standar kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa yaitu keterampilan mendengarkan, membaca, berbicara, dan menulis. Khusus untuk keterampilan berbicara mutlak harus dikuasai oleh siswa karena akan dibutuhkannya dalam kehidupan sehari-hari untuk berkomunikasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Tenri Sua (2010:6) yang mengatakan bahwa “tujuan utama berbicara adalah berkomunikasi”. Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Jika keempat keterampilan berbahasa khususnya keterampilan berbicara telah dikuasai siswa dengan baik maka akan diperoleh hasil belajar yang baik pula.
“Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan” (Agus Suprijono, 2009:5). Setiap proses belajar yang dilaksanakan oleh peserta didik akan menghasilkan hasil belajar. Di dalam proses pembelajaran, guru sebagai pengajar sekaligus pendidik memegang peranan dan tanggung jawab yang besar dalam rangka membantu meningkatkan keberhasilan peserta didik yang dipengaruhi oleh kualitas pengajaran dan faktor intern dari peserta didik itu sendiri. Dalam setiap mengikuti proses pembelajaran di sekolah sudah pasti setiap peserta didik mengharapkan mendapatkan hasil belajar yang baik, sebab hasil belajar yang baik dapat membantu peserta didik dalam mencapai tujuannya. Hasil belajar yang baik hanya dicapai melalui proses belajar yang baik pula. Jika proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang baik.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis beranggapan bahwa hasil belajar peserta didik dari proses pembelajaran Bahasa Indonesia dapat meningkat jika menggunakan suatu metode pembelajaran yang tepat. Namun, hal ini belum terlihat pada siswa kelas V SDN 31 Pasempe. Hasil belajar mata pelajaran Bahasa Indonesia yang diperoleh masih jauh dari yang diharapkan. Didalam pembelajaran guru masih kurang kreatif dalam menggunakan metode pembelajaran. Guru masih menggunakan metode konvensional dalam melaksanakan proses pembelajaran. Hal ini menyebabkan siswa tidak selalu terlibat aktif ketika proses pembelajaran berlangsung. Dengan tidak terlibat aktif, siswa tidak mengetahui kekurangan-kekurangan yang seharusnya dapat diperbaiki ketika diberi koreksi dari pihak lain. Jika hal ini tidak segera diatasi maka akan berdampak pada perkembangan mental siswa karena akan merasa canggung untuk berkomunikasi di depan umum dalam situasi formal (resmi) dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia diperlukan penerapan metode pembelajaran yang tepat. Salah satu metode yang dimaksud adalah Practice-Rehearsal Pairs. Metode tersebut dipilih karena di dalam pelaksanaannya dipersyaratkan siswa untuk berpasang-pasangan di dalam pembelajaran keterampilan berbicara, sehingga sangat memungkinkan adanya koreksi atau masukan dari pihak lain terhadap keterampilan berbicara siswa. Dengan demikian, siswa dapat mengetahui kelebihan-kelebihan dan kesalahan-kesalahan yang dimilikinya. Dari kesalahan-kesalahan atau kekurangan-kekurangan tersebut siswa diarahkan untuk memperbaikinya. Pada akhirnya tujuan pembelajaran keterampilan berbicara dapat tercapai, yakni siswa memiliki keterampilan berbicara yang baik dan semua siswa dapat mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan.
Dengan menerapkan metode Practice-Rehearsal Pairs dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas V SDN 31 Pasempe Kecamatan Palakka Kabupaten Bone, hasil belajar siswa dapat ditingkatkan.

B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu apakah dengan menggunakan metode Practice-Rehearsal Pairs dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia pada siswa kelas V SDN Negeri 31 Pasempe Kecamatan Palakka Kabupaten Bone?

C.  Pemecahan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan maka untuk meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia pada siswa kelas V SDN 31 Pasempe Kecamatan Palakka Kabupaten Bone peneliti akan menerapkan metode Practice-Rehearsal Pairs. Adapun langkah-langkah dari metode Practice-Rehearsal Pairs adalah sebagai berikut:
1.    Pilih satu keterampilan yang akan dipelajari;
2.    Bentuklah pasangan-pasangan. Dalam pasangan, buat dua peran yaitu penjelas atau pendemonstrasi dan pemerhati;
3.    Orang yang bertugas sebagai penjelas atau mendemonstrasikan cara mengerjakan keterampilan yang telah ditentukan. Pemerhati bertugas mengamati dan menilai penjelasan atau demonstrasi yang dilakukan temannya;
4.    Pasangan bertukar peran. Demonstrator kedua diberi keterampilan yang lain;
5.    Proses diteruskan sampai semua keterampilan atau prosedur dapat dikuasai.

D.  Tujuan Penelitian
Berdasar pada rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa metode Practice-Rehearsal Pairs dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia pada siswa kelas V SDN Negeri 31 Pasempe Kecamatan Palakka Kabupaten Bone.

E.  Manfaat Penelitian
1.    Manfaat Teoritis
a.    Hasil penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan metode, strategi, dan teknik pembelajaran berbicara guna meningkatkan hasil belajar siswa.
b.    Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian lebih lanjut di dalam mengembangkan dan meningkatkan keterampilan berbahasa yang lainnya.
2.    Manfaat Praktis
a.    Pada Guru
1.    Memotivasi guru supaya selalu menggunakan metode-metode pembelajaran untuk mengatasi masalah pembelajaran, khususnya pembelajaran berbicara.
2.    Memaksimalkan peran guru sebagai motivator dan fasilitator, khususnya dalam pembelajaran berbicara.
b.    Pada Siswa
1.    Memberikan kemudahan kepada siswa untuk melakukan pembelajaran berbicara di sekolah.
2.    Memberikan warna baru dalam pembelajaran berbicara.
3.    Menumbuhkan minat pada siswa untuk senantiasa berlatih keterampilan berbicara.
c.    Pada Peneliti
1.    Dapat menerapkan hasil penelitian untuk mengatasi kendala-kendala pembelajaran berbicara saat mengajar nanti.
2.    Memotivasi untuk menemukan konsep-konsep baru yang dapat diterapkan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
d.   Pada Sekolah
1.    Dapat mengembangkan program sekolah melalui kegiatan keterampilan berbicara yang dilakukan siswa guna meningkatkan mutu sekolah.
2.    Jika para siswa telah terampil berbicara, maka besar kemungkinan sekolah akan mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas.


I.     KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS
A.  Kajian Pustaka
1.    Hasil Belajar
a.    Pengertian Belajar
Menurut Travers (dalam Agus Suprijono 2009:2) “belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian tingkah laku”. Belajar berarti kegiatan psiko-fisik-sosio menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya.  Menurut Cronbach (dalam Agus Suprijono 2009:2) “belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman”. Perubahan perilaku tersebut digambarkan sebagai proses perkembangan dan pertumbuhan. Menurut Morgan (dalam Agus Suprijono 2009:2) “belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman”.
Berdasarkan pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang bersifat permanen.

b.   Pengertian Hasil Belajar
Lindgren (dalam Agus Suprijono 2009:7) mengungkapkan bahwa “hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian dan sikap”. Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya, hasil pembelajaram yang dikategorisasi oleh para pakar pendidikan sebagaimana tersebut di atas tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah, melainkan komprehensif. Menurut Bloom (dalam Agus Suprijono 2009:6):
“Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehenson (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh) application (menerapkan) analysis (menguraikan, menentukan hubungan) synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi intiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual”.

Dari pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki seseorang setelah melakukan proses belajar yang mencakup tiga aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.

c.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar dipengaruhi oleh besarnya usaha, intelegensi dan penguasaan awal, dan adanya kesempatan. Untuk  lebih  jelasnya, ketiga  aspek  tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1)   Besarnya usaha
Usaha adalah perbuatan yang terarah pada penyelesaian tugas-tugas belajar. Ini berarti besarnya usaha adalah indikator dari adanya motivasi. Maka dari itu, hasil belajar dipengaruhi oleh besarnya usaha yang dilakukan oleh anak.
2)   Intelegensi dan penguasaan awal
Hasil belajar juga dipengaruhi oleh intelegensi dan penguasaan awal anak tentang materi yang akan dipelajari. Ini berarti bahwa guru menetapkan tujuan belajar sesuai dengan kapasitas intelegensi anak dan pencapai tujuan belajar perlu menggunakan bahan apersepsi, yaitu bahan yang telah dikuasai anak sebagai batu loncatan untuk menguasai bahan pelajaran baru.
3)   Adanya Kesempatan
Adanya kesempatan juga mempengaruhi hasil belajar karena hal tersebut memungkinkan anak untuk melakukan eksplorasi terhadap lingkungannya. Oleh karena itu, guru perlu menyusun rancangan dan pengelolaan pembelajaran yang baik.

2.    Bahasa Indonesia
a.    Pengertian Bahasa
Menurut Solchan (dalam Hafid, 2013:1) “bahasa adalah sebuah alat untuk mengkomunikasikan gagasan atau perasaan secara sistematis melalui penggunaan tanda, suara, gerak atau tanda-tanda yang disepakati, yang memiliki makna yang dipahami”. Sedangkan Haliday dan Hasan (dalam Hafid, 2013:2) mengungkapkan bahwa “bahasa adalah salah satu dari sejumlah sistem makna yang secara bersama-sama membentuk budaya manusia”.
Dari kedua pendapat ahli tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah sebuah alat untuk berkomunikasi yang digunakan secara bersama-sama melalui penggunaan tanda, suara, gerak, dan tanda-tanda yang disepakati.

b.    Pengertian Bahasa Indonesia
Menurut Prof. Dr. A. Teeuw (dalam Minto Rahayu, 2007:8):
“Bahasa Indonesia ialah bahasa perhubungan yang berabad-abad tumbuh dengan perlahan-lahan di kalangan penduduk Asia Selatan dan setelah bangkitnya pergerakan rakyat Indonesia pada abad XX dengan insyaf diangkat dan dimufakati serta dijunjung sebagai bahasa persatuan”.

Amin Singgih (dalam Minto Rahayu, 2007:8):
“Bahasa Indonesia ialah bahasa yang dibuat, dimufakati, dan diakui serta digunakan oleh masyarakat seluruh Indonesia sehingga sama sekali bebas dari unsur-unsur bahasa daerah yang belum umum dalam bahasa kesatuan kita. Dengan kata lain, Bahasa Indonesia ialah Bahasa Melayu yang sudah menyatu benar dengan bahasa suku-suku bangsa yang ada di kepulauan nusantara. Adapun bahasa daerah yang disumbangkan, betul-betul telah menyatu dan tidak lagi terasa sebagai bahasa daerah”.
Prof. Dr. R.M. Ng. Purbatjaraka (dalam Minto Rahayu, 2007:8) mengemukakan bahwa “Bahasa Indonesia ialah bahasa yang sejak kejayaan Sriwijaya telah menjadi bahasa pergaulan atau lingua franca di seluruh Asia Tenggara”.
Minto Rahayu (2007:8) “Bahasa Indonesia adalah Bahasa Melayu yang telah menyatu dengan bahasa daerah dan bahasa asing yang berkembang di Indonesia”.
Dari keempat pendapat ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Bahasa Indonesia adalah gabungan dari bahasa melayu, bahasa daerah, dan bahasa asing yang telah dimufakati dan digunakan oleh seluruh masyarakat Indonesia.

c.    Fungsi Bahasa Indonesia
Minto Rahayu (2007:18) mengemukakan bahwa:
“Dua momen penting keberadaan Bahasa Indonesia adalah Sumpah Pemuda dan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan Sumpah Pemuda, menempatkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yang berfungsi sebagai, 1) Lambang Kebanggaan Nasional; 2) Lambang Identitas Nasional; 3) Alat Pemersatu Bangsa; dan 4) Alat Penghubung Antardaerah dan Antarbudaya”.

Untuk lebih jelasnya, keempat fungsi tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
1.    Lambang Kebanggan Bangsa
Bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan. Melalui Bahasa Indonesia bangsa Indonesia menyatakan harga diri dan nilai-nilai budaya yang dijadikan pegangan hidup.
2.    Lambang Identitas Nasional
Derajat Bahasa Indonesia sama dengan bendera dan Negara Indonesia. Didalam melaksanakan fungsinya, Bahasa Indonesia harus memiliki ciri khas sehingga serasi dengan lambang-lambang kebangsaan yang lain. Hal tersebut menuntut masyarakat pemilik dan pemakainya untuk membina dan mengembangkan sedemikian rupa sehingga bersih dari unsur-unsur bahasa lain, baik daerah maupun asing, yang tidak perlu benar.
3.    Alat Pemersatu Bangsa
Sebagai alat pemersatu bangsa, Bahasa Indonesia memungkinkan berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia ini untuk mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu dengan tidak perlu meninggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa yang bersangkutan. Dengan bahasa nasional, kita bahkan dapat meletakkan kepentingan nasional di atas kepentingan daerah atau golongan.
4.    Alat Penghubung Antardaerah dan Antarbudaya
Sebagai alat penghubung antardaerah dan antarbudaya, Bahasa Indonesia telah menunjukkan kemampuannya sejak berabad-abad yang lalu, semenjak bahasa tersebut bernama bahasa Melayu. Dengan Bahasa Indonesia, kita dapat mengadakan talimarga atau komunikasi dengan suku-suku bangsa yang menghuni kawasan Indonesia. Bahasa Indonesia mampu menghilangkan jarak antara suku yang satu dengan suku yang lain, baik yang disebabkan oleh faktor geografi maupun latar belakang sosial budaya dan bahasa daerah yang berbeda-beda.
Selain fungsinya sebagai bahasa nasional, Minto Rahayu (2007:18) menambahkan:
“Bahasa Indonesia dalam UUD 1945 juga menyatakan dirinya sebagai bahasa Negara yang mempunyai fungsi sebagai: 1) Bahasa Resmi Negara; 2) Bahasa Pengantar di dalam Dunia Pendidikan; 3) Alat Penghubung pada Tingkat Nasional; dan 4) Alat Pengembangan Kebudayaan, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi”.

Untuk lebih jelasnya, keempat fungsi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut:
1.    Bahasa Resmi Negara
Didalam hubungannya dengan fungsi ini Bahasa Indonesia dipakai dalam segala upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan baik secara lisan maupun tertulis. Dokumen-dokumen dan keputusan-keputusan serta surat-surat yang dikeluarkan oleh pemerintah dan badan-badan kenegaraan lainnya, ditulis dalam Bahasa Indonesia. Pidato kenegaraan dan penjelasan-penjelasan pemerintah kepada masyarakat disampaikan dalam Bahasa Indonesia.
2.    Bahasa Pengantar di dalam Dunia Pendidikan
Telah dibuktikan bahwa sejak Bangsa Indonesia diproklamasikan sebagai Negara (17 Agustus 1945), Bahasa Indonesia telah digunakan sebagai pengantar dalam dunia pendidikan menggantikan Bahasa Belanda, kecuali di TK dan 3 tahun di SDN, penggunaan bahasa daerah belum sama sekali dapat dihilangkan, mengingat Bahasa Indonesia masih dianggap sebagai bahasa kedua. Namun, perkembangan membuktikan bahwa Bahasa Indonesia semakin banyak digunakan sebagai bahasa pengantar pendidikan disemua jenjang dan jalur pendidikan.
3.    Alat Penghubung pada Tingkat Nasional
Didalam hubungan dengan fungsi ini, Bahasa Indonesia dipakai bukan saja sebagai alat talimarga antardaerah dan antarsuku, melainkan juga sebagai alat talimarga didalam masyarakat yang sama latar belakang sosial budaya dan bahasa.
4.    Alat Pengembangan Kebudayaan, Ilmu Pengetahuan, dan Teknologi
Penyebaran ilmu dan teknologi baik melalui penulisan maupun penerjemahan buku-buku teks serta penyajiannya di lembaga-lembaga pendidikan maupun melalui penulisan buku-buku untuk masyarakat umum dan melalui sarana-sarana lain diluar lembaga-lembaga pendidikan dilaksanakan dengan menggunakan Bahsa Indonesia.

d.    Tujuan Bahasa Indonesia
Tujuan dari pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah agar peserta didik memiliki kemampuan:
ü Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis;
ü Menghargai dan bangga menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahan persatuan dan bahasa negara;
ü Memahami Bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan;
ü Menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial;
ü Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa;
ü Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

e.     Karakteristik Bahasa Indonesia
Salah satu aspek paling penting dari kemampuan kognitif manusia adalah kemampuan untuk mengerti, belajar, dan menghasilkan bahasa. Bahasa dapat didefinisikan sebagai cara sistematis untuk menyampaikan makna dengan menggunakan simbol dan suara. Komunikasi dan bahasa merupakan bagian integral dari studi psikologi manusia. Meskipun ada lebih dari 3.000 bahasa, saat ini semua bahasa manusia memiliki berbagai karakteristik dasar yang sama termasuk Bahasa Indonesia. Menurut Aninditya Sri Nugraheni (2012:22) “karakteristik Bahasa Indonesia adalah sebagai 1) Bahasa Bersifat Arbitrer; 2) Bahasa Bersifat Produktif; 3) Bahasa Bersifat Dinamis, dan 4) Bahasa Bersifat Manusiawi”.
Untuk lebih jelasnya, keempat karakteristik Bahasa Indonesia akan diuraikan sebagai berikut:
1.    Bahasa Bersifat Arbitrer
Bahasa bersifat arbitrer, artinya hubungan antara lambang dan yang dilambangkan tidak bersifat wajib, bisa berubah dan tidak dapat dijelaskan mengapa lambang tersebut mengonsepsi makna tertentu. Secara konkret, alasan “sapi” melambangkan ‘sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai’ adalah tidak bisa dijelaskan. Meskipun bersifat arbitrer, tetapi juga konvensional. Artinya setiap penutur suatu bahasa akan mematuhi hubungan lambang dengan yang dilambangkan. Misalnya, lambang ‘buku’ hanya digunakan untuk menyatakan ‘tumpukan kertas yang dijilid’. Dan tidak untuk melambangkan konsep yang lain, sebab jika dilakukan berarti dia telah melanggar konvensi itu.
2.    Bahasa Bersifat Produktif
Bahasa bersifat produktif artinya sejumlah unsur yang terbatas, namun dapat dibuat satuan-satuan ujaran yang hampir tidak terbatas. Artinya Bahasa Indonesia sangat berpotensi untuk dapat terus berkembang serta menghasilkan kosakat-kosakata baru.
3.    Bahasa Bersifat Dinamis
Bahasa bersifat dinamis berarti bahwa ia tidak lepas dari berbagai kemungkinan perubahan yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Perubahan itu dapat terjadi pada tataran apa saja, seperti fonologis, morfologis, sintaksis, semantik, dan leksikon. Pada setiap waktu mungkin terdapat kosakata baru yang muncul tetapi ada kosakata lama yang tenggelam tidak digunakan lagi.
4.    Bahasa Bersifat Beragam
Meskipun bahasa mempunyai kaidah atau pola tertentu yang sama, namun karena bahasa itu digunakan oleh penutur yang heterogen yang mempunyai latar belakang sosial dan kebiasaan yang berbeda, maka bahasa menjadi beragam, baik dalam tataran fonologis, morfologis, sintaksis, semantik maupun pada tataran leksikon.
5.    Bahasa Bersifat Manusiawi
Bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang hanya dimiliki manusia. Hewan tidak mempunyai bahasa sebagai alat komunikasi, yang ada adalah bunyi atau gerak isyarat, yang tidak bersifat produktif dan dinamis. Manusia dalam menguasai bahasa tidak bersifat insting atau naluriah, tetapi dengan cara belajar. Hewan tidak mampu mempelajari bahasa manusia, oleh karena itu dikatakan bahwa bahasa itu bersifat manusiawi.

3.    Keterampilan Berbicara
a.    Pengertian Berbicara
Menurut Tarigan (dalam Aninditya 2012:135-136) “berbicara merupakan bagian integral dari keseluruhan kepribadian, mencerminkan lingkungan sang pembicara, kontak-kontak, dan pendidikannya”. Berbicara tidak hanya menyampaikan sesuatu kepada pendengar, tetapi juga merupakan kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.
Sedangkan menurut Aninditya Sri Nugraheni (2012:135):
“Berbicara adalah suatu sistem tanda yang didengar (audible) dan kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan”.

Berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan linguistik sedemikian ekstensif, sehingga dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol sosial.
Dari kedua pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa berbicara merupakan kegiatan yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia untuk mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan dan menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.

b.   Tujuan Berbicara
Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Aninditya Sri Nugraheni (2012:54-55) menyatakan bahwa “tujuan pembicaraan sangat bergantung dari keadaan dan keinginan pembicara”. Secara umum tujuan berbicara adalah 1) mendorong atau menstimulasi, 2) meyakinkan, 3) menggerakkan, 4) menginformasikan, dan 5) menghibur. Untuk lebih jelasnya, kelima tujuan berbicara tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
1)   Dikatakan mendorong atau menstimulasi apabila pembicara berusaha memberi semangat dan gairah hidup kepada pendengar.
2)   Dikatakan meyakinkan apabila pembicara berusaha memengaruhi keyakinan, pendapat, atau sikap pendengar. Alat yang paling penting dalam uraian itu adalah argumentasi. Untuk itu diperlukan bukti, fakta, dan contoh konkret yang dapat memperkuat uraian untuk meyakinkan pendengar. Reaksi yang diharapkan adalah adanya persesuaian keyakinan, pendapat atau sikap atas persoalan yang disampaikan.
3)   Dikatakan menggerakkan apabila pembicara menghendaki adanya tindakan atau perbuatan dari pendengar.
4)   Dikatakan menginformasikan apabila pembicara ingin memberikan informasi tentang sesuatu agar pendengar dapat memahaminya.
5)   Dikatakan menghibur apabila pembicara bermaksud menggembirakan pendengarnya.

c.    Prinsip Umum Kegiatan Berbicara
Beberapa prinsip umum kegiatan berbicara, sebagaimana pendapat Brook (dalam Aninditya 2012:136) adalah:
1.    Membutuhkan paling sedikit dua orang. Tentu saja pembicaraan dapat dilakukan oleh satu orang dan hal ini sering terjadi.
2.    Mempergunakan suatu sandi linguistik yang dipahami bersama. Bahkan andaikatapun dipergunakan dua bahasa, namun saling pengertian, pemahaman bersama itu tidak kurang pentingnya.
3.    Menerima atau mengakui suatu daerah referensi umum. Daerah yang referensinya umum mungkin tidak mudah dikenal atau ditentukan, namun pembicaraan menerima kecenderungan untuk menemukan sesuatu di antaranya.
4.    Merupakan suatu pertukaran antara partisipan. Kedua pihak partisipan yang memberi dan menerima dalam pembicaraan saling bertukar sebagai pembicara dan penyimak.
5.    Menghubungkan setiap pembicara dengan yang lainnya dan kepada lingkungannya dengan segera. Perilaku lisan sang pembicara selalu berhubungan dengan respons yang nyata atau yang diharapkan dari sang penyimak, dan sebaliknya. Jadi hubungan itu bersifat timbal balik atau dua arah.
6.    Berhubungan atau berkaitan dengan masa kini. Hanya dengan bantuan bekas grafik-grafik material, bahasa dapat luput dari kekinian dan kesegeraan. Pita atau berkas berfungsi demikian. Ini merupakan salah satu keunggulan budaya manusia.
7.    Hanya melibatkan aparat atau perlengkapan yang berhubungan dengan suara atau bunyi bahasa dan pendengaran (vocal and audiotary apparatus). Walaupun kegiatan dalam pita audio-lingual dapat melepaskan gerak-visual dan grafik-material, namun hal sebaliknya tidak akan terjadi, terkecuali bagi pantomim atau gambar. Tidak akan ada pada gerakan dan grafik itu yang tidak berdasar dan bergantung pada audio-lingual dapat berbicara terus-menerus dengan orang-orang yang tidak kita lihat, di rumah, di tempat bekerja, dan dengan telepon. Percakapan-percakapan seperti ini merupakan pembicaraan yang khas dalam bentuknya yang khas, dalam bentuknya yang paling asli.
8.    Secara tidak pandang bulu menghadapi serta melakukan apa yang nyata dan diterima sebagai dalil. Keseluruhan lingkungan yang dapat dilambangkan oleh pembicaraan mencakup bukan hanya dunia nyata yang mengelilingi pembaca tetapi juga dunia gagasan yang lebih luas yang mereka masuki.


d.   Ragam Seni Berbicara
Banyak orang yang tidak mudah berbicara didepan umum padahal berbicara adalah kebutuhan pokok bagi setiap manusia. Manusia merupakan makhluk sosial yang harus berkomunikasi dengan yang lainnya. Ragam berbicara yaitu wawancara, pidato, dan bercerita.
1.    Wawancara
Wawancara yang dimaksud di sini adalah pembicaraan yang dilakukan oleh pewawancara dengan yang diwawancarai. Pewawancara mengajukan pertanyaan kepada yang diwawancarai. Kegiatan seperti ini biasanya dilakukan oleh wartawan atau reporter dalam mencari berita.
Wawancara bertujuan untuk mengungkapkan pendapat tokoh atau narasumber tentang suatu hal. Misalnya, untuk mengetahui manfaat mendongeng, pewawancara mewawancarai ahli dongeng. Untuk mencari berita kecelakaan bus, pewawancara mewawancarai narasumber yang mengetahui peristiwa tersebut secara rinci agar sumbernya akurat dan terpercaya.
2.    Pidato
Pidato adalah suatu ucapan yang baik untuk disampaikan kepada orang banyak. Contoh pidato yang sering kita lihat dan kita dengar yaitu pidato kenegaraan, pidato menyambut hari besar, pidato pembangkit semangat, pidato dalam sambutan acara, dan sebagainya. Biasanya di sekolah-sekolah pada meeting class sering diadakan lomba pidato. Kegiatan tersebut sangat bagus membentuk mental anak didik berani berbicara di depan umum. Pidato yang baik dapat memberikan pesan baik bagi pendengar.
Adapun tujuan pidato sebagaimana dikemukakan oleh Yuni Suanjari (dalam Aninditya 2012:140) adalah:
“Pertama, pidato harus dapat memengaruhi orang lain agar mau mengikuti kemauan pembicara tanpa paksaan sama sekali; kedua, pidato dapat memberikan informasi kepada orang lain; ketiga, pidato dapat membuat orang lain senang”.

3.    Bercerita
Bercerita merupakan kegiatan yang telah lama diadobsi menjadi sebuah teknik penyampaian materi di kelas. Metode ceramah akan terasa monoton jika tidak diselingi cerita. Bahkan dalam mata pelajaran eksak pun butuh unsur cerita dalam menyampaikan materinya.
Bercerita adalah aspek penting dalam perolehan bahasa. Keakraban anak pada bentuk-bentuk cerita merupakan nilai penting dalam proses pemerolehan bahasa. Pengalaman anak yang diperoleh dengan mendengarkan cerita dapat memperkaya perbendaharaan kata. Keterampilan bercerita seperti menyampaikan informasi faktual secara jelas, merupakan keterampilan yang tidak diperoleh dengan sendirinya. Keterampilan bercerita menjadi bagian pembelajaran bahasa bagi guru. Menurut Weray dan Medwell (dalam Aninditya 2012:148):
“Dengan bercerita atau merangkai peristiwa dalam ujaran, anak-anak memperoleh kesempatan mengungkapkan hal yang sudah terjadi, menyampaikan apa yang sudah terjadi, dan meramalkan apa yang akan terjadi”.

Anak-anak juga belajar menyesuaikan persepsinya dengan persepsi orang lain. Pada saat yang sama, anak-anak berlatih untuk menyimak cerita. Keterampilan ini tampaknya mudah, namun dalam pelaksanaannya dapat menjadi sangat sulit untuk dimulai. Di sinilah peran guru untuk mendorong anak agar belajar menghormati orang yang sedang berbicara.
Proses belajar bahasa pada anak di sekolah sangat dipengaruhi oleh pengalaman mereka sebelumnya, yaitu sebelum mereka menginjak bangku sekolah formal. Kesenangan belajar bahasa pada dasarnya berasal dari pengalaman yang menyenangkan. Misalnya, ketika anak diperkenalkan pada pada bentuk-bentuk tulisan dan gambar, kesadaran mereka akan hubungan antara sesuatu yang tertulis dengan sesuatu yang diujarkan merupakan langkah awal yang baik untuk memperkenalkan bentuk pengungkapan bahasa yang lain, yaitu membaca dan menulis.
Bercerita merupakan alat untuk mengkomunikasikan gagasan yang telah disusun. Melalui cerita, seseorang bisa mengungkapkan gagasannya tentang sesuatu hal. Pengungkapan tersebut bisa secara lisan maupun tulisan. Pengungkapan secara lisan sering dikenal dengan istilah bercerita. Adapun jenis dari kegiatan berbicara yaitu diskusi, wawancara, bercakap-cakap pidato, deklamasi, sandiwara, telepon-menelepon, rapat, pemberitaan, tutur sapa, menyanyi, bermain dan sebagainya.

4.    Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
a.    Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran Kooperatif merupakan pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok, siswa dalam satu kelas dijadikan kelompok-kolmpok kecil yang terdiri dari 4 sampai 5 orang untuk memahami konsep yang difasilitasi oleh guru. Menurut Wina Sanjaya (dalam Aninditya 2012:180) “pembelajaran kooperatif yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen)”.
Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dengan memerhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerjasama dan memecahkan masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya, memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi teman yang lain. Sedangkan menurut Aninditya (2012:185):
“Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran kelompok antar tim kecil dengan jumlah siswa dua sampai lima yang tersusun dari berbagai latar belakang. Pembagian anggota dalam kelompok tersebut harus memerhatikan keheterogenan kemampuan siswa. Mereka belajar bersama dalam kelompok-kelompok tersebut dan saling membantu sama lain”.

Jadi, pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang mengutamakan kerja sama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

b.   Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif  memiliki ciri-ciri: 1) untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif, 2) kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, 3) jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbedea pula, dan 4) penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan.

c.    Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Ibrahim (dalam Aninditya 2012:185-186) menyatakan bahwa:
“Pembelajaran dengan pendekatan kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan, yaitu: 1) untuk meningkatkan hasil belajar akademik, 2) mengembangkan penerimaan terhadap keberagaman atau perbedaan individual, dan 3) mengembangkan keterampilan sosial”.

Menurut Aninditya (2012:186) tujuan dari pembalajaran kooperatif adalah sebagai berikut:
1.    Meningkatkan hasil belajar kognitif pada siswa berkemampuan tinggi dan siswa yang mempunyai kemampuan rendah. Siswa yang tergolong berkemampuan lebih tinggi atau kelompok atas dapat berperan sebagai teman belajar (teman sebaya) bagi anggota kelompoknya yang memiliki kemampuan yang lebih rendah. Dalam proses pembelajaran dengan tutor sebaya, siswa yang berkemampuan lebih tinggi dapt meningkatkan kemampuan akademiknya melalui kegiatan membantu temannya untuk memahami materi pelajaran. Sebaliknya, siswa dari kelompok berkemampuan kurang akan memperoleh informasi eksternal karena merasa dibantu teman sejawatnya yang memiliki orientasi sama dalam proses belajar.
2.    Mengembangkan penerimaan terhadap keberagaman atau perbedaan individual yang sangat penting dilakukan, terutama dalam membentuk sikap saling menerima dan menghargai perbedaan pendapat, etnis, status sosial, dan kemampuan kademik antara anggota kelompok belajar. Hal ini dapat memperkuat pola kerjasama antar sesama siswa dalam rangka mencapai tujuan utama kelompoknya dibandingkan dengan kelompok yang lain.
3.    Untuk mengembangkan keterampilan sosial, pembelajaran kooperatif memberikan kontribusi pada proses terbentuknya keterampilan bekerjasama.

d.   Unsur-Unsur Pokok Pembelajaran Kooperatif
Menurut Ibrahim (dalam Aninditya 2012:190) unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif:
1)    Siswa dalam kelompok haruslah baranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan,
2)    Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya,
3)    Siswa haruslah melihat semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan sama,
4)    Siswa harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama antaranggota,
5)    Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberi penghargaan yang juga dikenakan untuk semua anggota kelompok,
6)    Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka saling membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama, dan
7)    Siswa diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok tersebut.

Abdurrahman dan Bintoro (dalam Aninditya 2012:191) menyebutkan “ada empat unsur pokok dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas individual, dan keterampilan hubungan antar pribadi”.

5.    Metode Practice-Rehearsal Pairs
a.    Pengertian Metode Practice-Rehearsal Pairs
Menurut Zani (dalam Abdul Munip 2013:39) “Practice-Rehearsal Pairs adalah metode sederhana untuk mempraktikkan suatu keterampilan atau prosedur dengan teman belajar”. Sedangkan menurut Abdul Munip (2013:39) “Practice-Rehearsal Pairs merupakan suatu metode pembelajaran aktif yang digunakan untuk mempraktikkan suatu keterampilan atau prosedur dengan teman belajar secara berulang-ulang”. Kemudian Supriadi (dalam Abdul Munip 2013:39) mengemukakan bahwa “Practice-Rehearsal Pairs merupakan suatu metode pembelajaran yang digunakan dengan cara praktik berpasang-pasangan”.
Dari ketiga pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa metode Practice-Rehearsal Pairs adalah metode sederhana yang digunakan untuk untuk mempraktikkan suatu keterampilan yang dilakukan secara berpasang-pasangan.

b.   Langkah-Langkah Pembelajaran Metode Practice-Rehearsal Pairs
Langkah-langkah metode pembelajaran praktik berpasangan atau Practice-Rehearsal Pairs adalah:
1.    Pilih satu keterampilan yang akan dipelajari;
2.    Bentuklah pasangan-pasangan. Dalam pasangan, buat dua peran yaitu penjelas atau pendemonstrasi dan pemerhati;
3.    Orang yang bertugas sebagai penjelas atau mendemonstrasikan cara mengerjakan keterampilan yang telah ditentukan. Pemerhati bertugas mengamati dan menilai penjelasan atau demonstrasi yang dilakukan temannya;
4.    Pasangan bertukar peran. Demonstrator kedua diberi keterampilan yang lain;
5.    Proses diteruskan sampai semua keterampilan atau prosedur dapat dikuasai.
c.    Keunggulan dan Kelemahan Metode Practice-Rehearsal Pairs
Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran yang telah diungkapkan sebelumnya, dapat dilihat bahwa metode Practice-Rehearsal Pairs memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulan dari metode ini adalah cocok diterapkan untuk keterampilan yang bersifat psikomotor dan meningkatkan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran, sedangkan kekurangannya adalah tidak cocok diterapkan dalam pembelajaran yang bersifat teoritis.

B.  Kerangka Pikir
Berbahasa merupakan keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap manusia untuk berkomunikasi dengan pihak yang lain dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai makhluk sosial. Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen yang meliputi: keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis.
Keterampilan berbicara sebagai salah satu keterampilan berbahasa memiliki peranan sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, yaitu untuk berkomunikasi, sehingga keterampilan ini perlu dipelajari sejak dini.
Untuk mencapai keberhasilan dalam pembelajaran berbicara perlu adanya motivasi yang tinggi. Tindakan kreatif guru dalam mengemas dan menyajikan materi pembelajaran bahasa Indonesia khususnya pembelajaran berbicara sangat penting dilakukan supaya pembelajaran lebih bermakna, menarik, mudah dipahami, dan dapat membangun kreativitas siswa, dan pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satu cara yang dapat dilakukan dengan menggunakan metode practice-rehearsal pairs.
Selama ini, kebanyakan siswa merasa kesulitan dalam memperbaiki prestasinya dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Hal ini terjadi karena metode pembelajaran yang digunakan masih kurang kreatif, sehingga di dalam proses pembelajaran para siswa tidak selalu terlibat aktif dalam proses pembelajaran sehigga mereka akan merasa bosan. Selain kurang kreatif, penggunaan metode pembelajaran yang masih konvensional juga menjadi faktor penyebab rendahnya hasil belajar dalam pembelajaran keterampilan berbicara dimana siswa diminta berbicara dengan tema dan durasi yang telah ditentukan tanpa ada koreksi dari pihak lain yang menyebabkan mereka tidak mengetahui kekurangan-kekurangan yang seharusnya diperbaiki. Padahal, keterampilan berbicara adalah aktivitas yang memerlukan koreksi dari orang lain. Berbicara harus dilakukan secara berulang-ulang, intensif, dan dengan motivasi yang tinggi.
Dengan menggunakan metode pembelajaran practice-rehearsal pairs diharapkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran berbicara meningkat. Metode pembelajaran ini memungkinkan siswa mendapat perhatian atau koreksi dari pihak lain sehingga siswa mengetahui kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki di dalam keterampilan berbicara. Dari kesalahan-kesalahan tersebut atau kekurangan-kekurangan tersebut siswa diarahkan untuk memperbaikinya.


Kerangka pikir tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
 














C.  Hipotesis
Berdasarkan kerangka piker tersebut, maka hipotesis tindakan penelitian ini adalah jika menggunakan metode Practice-Rehearsal Pairs dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas V SDN 31 Pasempe Kecamatan Palakka Kabupaten Bone maka hasil belajar siswa dapat meningkat.
III. METODE PENELITIAN
A.  Pendekatan dan Jenis Penelitian
1.   Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif karena penelitian ini bersifat deskriptif. Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif.

2.   Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Jenis penelitian ini diambil karena adanya masalah terkait dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Dengan dilakukannya penelitian tindakan kelas, hasil belajar siswa dapat ditingkatkan. Hal ini serupa dengan yang dinyatakan oleh Mohammad Asrori (2007:6) bahwa:
“Penelitian tindakan kelas dapat didefinisikan suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu untuk memperbaiki dan meningkatkan praktik pembelajaran di kelas secara lebih berkualitas sehingga siswa dapat memperoleh hasil belajar yang lebih baik”.


B.  Fokus Penelitian
Yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah:
1.    Pembelajaran kooperatif tipe Practice-Rehearsal Pairs.
Untuk mengetahui sejauhmana kesesuaian penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Practice-Rehearsal Pairs.
2.    Hasil Belajar
Untuk melihat apakah hasil belajar siswa pada pembelajaran Bahasa Indonesia dapat meningkat dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Practice-Rehearsal Pairs.

C.  Setting dan Subjek Penelitian
1.   Setting Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas V SDN 31 Pasempe Kecamatan Palakka Kabupaten Bone.  Sekolah ini berada di Desa Pasempe Kecamatan Palakka Kabupaten Bone, letaknya kurang lebih 50 meter dari kantor Desa Pasempe, berhadapan langsung dengan kebun coklat, kanan dan kirinya bersebelahan langsung dengan rumah warga. Alasan memilih SDN 31 Pasempe Kecamatan Palakka Kabupaten Bone ini karena ingin meningkatkan proses pembelajaran di sekolah tersebut dan lokasinya yang  mudah dijangkau serta adanya dukungan dari Kepala Sekolah dan guru terhadap pelaksanaan penelitian ini.

2.   Subjek Penelitian
Yang menjadi subjek penelitian ini adalah guru dan siswa kelas V SDN  31 Pasempe Kecamatan Palakka Kabupaten Bone dengan jumlah siswa sebanyak 27 orang yang terdiri dari 17 orang siswa laki-laki dan 12 orang siswa perempuan. Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada tahun pelajaran 2014/2015.

D.  Rancangan Tindakan
Adapun bagan dari tahap-tahap pelaksanaan tindakan kelas ini adalah sebagai berikut:

 













Siklus Pelaksanaan Tindakan Kelas Mohammad Asrori (2007:103)
Berdasarkan bagian-bagian tentang prosedur pelaksanaan tindakan penelitian yang terdiri atas tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi, maka ke empat tahap tersebut diurutkan sebagai berikut:
1.    Perencanaan Tindakan
Langkah awal dalam penelitian ini adalah menetapkan rencana yang akan dilakukan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia melalui pembelajaran kooperatif tipe Practice-Rehearsal Pairs  pada siswa  kelas V SDN 31 Pasempe Kecamatan Palakka Kabupaten Bone. Perencanaan tersebut meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a.    Peneliti melakukan analisis kurikulum untuk mengetahui kompetensi dasar yang akan disampaikan  kepada siswa   melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe Practice-Rehearsal Pairs;
b.    Peneliti menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) beserta instrumennya sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Practice-Rehearsal Pairs. Penyusunan RPP dilakukan setelah peneliti berkonsultasi dengan guru kelas V.
c.    Membuat media pembelajaran yang diperlukan untuk membantu siswa memahami materi yang diajarkan. Media tersebut harus sesuai dengan materi yang akan diajarkan
d.   Menyusun lembar kegiatan siswa (LKS), dimana pada saat pelaksanaan tindakan akan digunakan untuk merangsang keaktifan siswa dalam belajar dan membantu siswa untuk menemukan sendiri konsep yang menjadi materi pelajaran sebelum guru menjelaskan materi sesuai tujuan yang akan dicapai.
e.    Menyusun lembar evaluasi untuk menilai pencapaian tujuan-tujuan pembelajaran. Soal-soal evaluasi disusun dalam bentuk essay dan berdasarkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Penyusunan soal-soal evaluasi juga dilakukan setelah mendapatkan arahan dari guru kelas V. Membuat format pengamatan (observasi). Lembar pengamatan dibuat dalam dua bentuk format, yaitu format untuk mengamati aktivitas guru dan format untuk mengamati aktivitas siswa selama pelaksanaan tindakan penerapan pembelajaran kooperatif tipe Practice-Rehearsal Pairs  Selain itu, peneliti juga membuatkan pedoman penilaian yang akan menjadi acuan observer (pengamat) dalam mengisi lembar observasi tersebut.
2.    Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan pada tahap ini adalah melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Practice-Rehearsal Pairs dalam pembelajaran Bahasa Indonesia sesuai dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah dibuat. Adapun pelaksanaan tindakan disesuaikan dengan langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Practice-Rehearsal Pairs, yaitu sebagai berikut:
a.    Guru memilih satu keterampilan yang akan dipelajari;
b.   Guru membentuk pasangan-pasangan. Dalam pasangan, guru membuat dua peran yaitu penjelas atau pendemonstrasi dan pemerhati;
c.    Siswa yang bertugas sebagai penjelas atau mendemonstrasikan cara mengerjakan keterampilan yang telah ditentukan. Siswa yang bertugas menjadi pemerhati mengamati dan menilai penjelasan atau demonstrasi yang dilakukan temannya;
d.   Pasangan siswa bertukar peran. Demonstrator kedua diberi keterampilan yang lain;
e.    Proses diteruskan sampai semua keterampilan atau prosedur dapat dikuasai.
3.    Observasi
Tahap observasi adalah mengamati seluruh proses tindakan dan pada saat selesai tindakan. Fokus observasi adalah aktivitas guru dan murid. Aktivitas guru dapat diamati mulai pada tahap pembelajaran, saat pembelajaran, dan akhir pembelajaran. Observasi mengamati pengaruh tindakan pada pembelajaran Bahasa Indonesia mulai dari seluruh proses tindakan dan pada saat tindakan selesai. Hal yang perlu diperhatikan adalah guru yang melaksanakan tindakan dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Practice-Rehearsal Pairs  mulai dari awal tahap pembelajaran, saat pembelajaran dan akhir pembelajaran. Selain itu, yang perlu diamati adalah aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Lembar observasi diisi dengan cara memberi tanda centang pada kolom-kolom penilaian. Pengisian harus menyesuaikan aktivitas-aktivitas guru dan siswa yang terjadi selama pembelajaran dengan pedoman observasi yang telah tersedia.

4.    Refleksi
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah diperoleh, maka selanjutnya diadakan kegiatan refleksi dari tindakan yang telah dilakukan. Kegiatan pada langkah refleksi pada dasarnya meliputi pencermatan, pengkajian, analisis, sintesis, dan penilaian terhadap hasil observasi terhadap tindakan yang telah dilakukan. Kegiatan ini dilakukan untuk  mengetahui  kelemahan-kelemahan atau kekurangan-kekurangan yang terjadi selama proses pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Practice-Rehearsal Pairs.  Jika terdapat masalah dari proses refleksi, maka peneliti harus melakukan proses pengkajian ulang pada siklus berikutnya, yang meliputi kegiatan perencanaan ulang, tindakan ulang, dan observasi ulang sampai permasalahan tersebut dapat diatasi.

E.  Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data
1.    Teknik Pengumpulan Data
Dalam upaya memperoleh data atau informasi, maka peneliti harus mengumpulkan data melalui alat-alat tertentu, seperti melakukan tes. wawancara, observasi, dan catatan lapangan. Khususnya dalam penelitian ini, yaitu meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia yang digunakan berupa:
a.    Observasi
Observasi digunakan peneliti untuk mengadakan pengamatan terhadap objek yang diteliti, observasi dilaksanakan bersama dengan proses pembelajaran yang meliputi aktivitas siswa, pengembangan materi dan hasil belajar siswa. Alat yang digunakan yaitu berupa lembaran-lembaran isian atau ceklis. Observasi terhadap dampak tindakan dilakukan secara kontinu dengan berbagai cara, ini berarti dilakukan secara terus-menerus baik dalam proses pembelajaran maupun hasil belajar.
b.    Tes
Tes merupakan serangkaian pertanyaan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok. Untuk memperoleh gambaran/informasi tentang bagaimana pengaruh pembelajaran kooperatif tipe Practice-Rehearsal Pairs terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia, maka dipergunakan tes sebagai instrument penelitian. Tes dilakukan pada awal penelitian, pada akhir setiap tindakan dan pada akhir setelah diberikan serangkaian tindakan.
c.    Catatan Lapangan
Catatan lapangan memuat hal-hal penting terjadi selama pembelajaran berlangsung yang dapat digunakan untuk melengkapi data.
d.   Wawancara
Wawancara atau interview merupakan suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dan dengan jalan tanya jawab sepihak. Dikatakan sepihak karena wawancara ini objek yang diteliti, responden tidak diberi kesempatan sama sekali untuk mengajukan pertanyaan. Wawancara digunakan peneliti untuk berkomunikasi dengan siswa (responden) yang diharapkan dapat memberikan jawaban atas pertanyaan yang akan diajukan. Wawancara dimaksud untuk menggali informasi kesulitan siswa dalam meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia. Wawancara juga digunakan untuk mengetahui sejauhmana siswa dapat mengerti materi yang sudah disajikan guru.
2.    Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data pada penelitian dimulai dari pra penelitian, untuk mengetahui masalah yang dihadapi guru dan murid dalam proses pembelajaran. Agar data yang ada bisa valid, maka perlu menggunakan teknik-teknik pengumpulan data.
Adapun prosedur yang digunakan adalah untuk mengetahui sejauh mana tingkat hasil belajar siswa pada pelajaran Bahasa Indonesia diadakan evaluasi dengan menggunakan tes. Tes yang digunakan berupa tes tertulis maupun tes lisan yang dilaksanakan pada awal pembelajaran maupun akhir pembelajaran.
Selain tes, untuk mengetahui sejauh mana tingkat kesulitan yang dialami siswa dalam meningkatkan hasil belajar mereka digunakan teknik wawancara dengan memberikan beberapa pertanyaan.
Untuk mengamati kesesuaian antara pelaksanaan tindakan dan perencanaan yang telah disusun dan untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan tindakan dapat menghasilkan perubahan yang sesuai dengan yang dikehendaki maka digunakan adalah observasi. Yang termuat dalam observasi adalah pedoman observasi yang ditujukan terhadap guru dan murid.
Dan untuk memuat hal-hal penting yang terjadi selama pembelajaran berlangsung yang dapat digunakan untuk melengkapi data-data yang tidak terekam dalam lembar observasi maka yang digunakan adalah catatan lapangan.

F.   Teknik Analisis Data dan Indikator Keberhasilan
1.   Analisis Data
Analisis data dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas dilakukan selama dan sesudah pengumpulan data. Analisis data dapat dilakukan setelah melihat data yang telah dikumpulkan melalui tes, observasi dan catatan lapangan selama tahapan-tahapan (siklus) yang telah dilewati.
Miles dan Huberman (dalam Acep Yonny dkk, 2010:138) berpendapat bahwa analisis data secara kualitatif dilakukan melalui tahap-tahap reduksi data yang telah dikumpulkan, paparan data, dan penyimpulan data.
Langkah reduksi data dilakukan dengan cara menyeleksi, menyederhanakan, memfokuskan, mengabstraksi data mentah menjadi bermakna, menstransformasikan secara sistematik dan rasional untuk menampilkan bahan-bahan yang digunakan sebagai dasar menyusun jawaban atas tujuan penelitian tindakan kelas ini. Paparan data dilakukan dengan cara menampilkan data penting secara lebih sederhana dan bermakna dalam bentuk narasi, tabel, grafik, atau bagan. Penyimpulan dilakukan dengan mengambil intisari dari sajian data yang telah terorganisasi dalam bentuk kalimat atau formula singkat, padat, namun mengandung pengertian yang luas.

2.   Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan dalam peneliti tindakan ini adalah indikator peningkatan hasil belajar  Bahasa Indonesia. Adapun kriteria yang digunakan untuk meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia sesuai dengan kriteria standar yang diungkapkan Nurkancana (dalam Hadra H. Dg. Maudu 2009:45) sebagai berikut: “Tingkat penguasaan 90% - 100% dikategorikan sangat tinggi, 80% - 89% dikategorikan tinggi, 65% - 79% dikategorikan sedang, 55% - 64% dikategorikan rendah dan 0% - 54% dikategorikan sangat rendah”. Berdasarkan kriteria standar tersebut, maka peneliti menentukan tingkat kriteria keberhasilan tindakan pada penelitian ini dilihat dari keterampilan berbicara siswa secara keseluruhan menunjukkan tingkat pencapaian keberhasilan 75%.
                                             
G. Jadwal Penelitian
Penelitian ini memiliki jadwal secara rinci yang akan diuraikan dalam tabel seperti berikut:
No
Jenis Kegiatan
Pelaksanaan
Minggu
Bulan
Tahun
1
2
3
4


1.
Persiapan
a.    Mengadakan prapenelitian/ observasi
b.    Perencanaan/pembuatan proposal
c.    Penyusunan rencana pembelajaran, lembar kerja siswa (LKS) dan instrument penelitian
d.   Melaksanakan seminar
e.    Merevisi proposal hasil seminar






2.
Pelaksanaan penelitian siklus I
a.    Perencanaan tindakan
b.    Pelaksanaan tindakan dan observasi serta interprestasi data
c.    Analisis dan refleksi






3.
Pelaksanaan penelitian siklus II
a.    Perencanaan tindakan
b.    Pelaksanaan tindakan dan observasi serta interprestasi data
c.    Analisis dan refleksi






4.
Penyusunan laporan hasil penelitian
a.    Menyusun daftar hasil penelitian
b.    Menyelenggarakan daftar hasil penelitian






5.
Penggandaan dan publikasi laporan hasil penelitian








H.  Daftar Pustaka
Arifin, Zaenal dan Amran Tasai. 2010. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Pressindo

Asrosi, Muhammad. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Wacana Prima

Hafid, Abd. 2013. Pendidikan Bahasa Indonesia Kelas Tinggi Sekolah Dasar. Universitas Negeri Makassar

H. Dg. Maudu, Hadra. 2009. Meningkatkan Keterampilan Berbicara Pada Dialog Cerita Anak Melalui Metode Sosiodrama Kelas V SDN Bampanga Kabupaten Banggai Kepulauan. Universitas Negeri Makassar

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). 2006. Mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk tingkat SDN/MI.  Jakarta: Depdiknas.

Munip, Abdul. 2013. Keefektifan Metode Practice_Rehearsal Pairs dalam Pembelajaran Berbicara pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Batang Tahun Ajaran 2012/2013. IKIP PGRI Semarang Tersedia:

Nugraheni, Aninditya Sri. 2012. Penerapan Strategi Cooperative Learning dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Mentari Pustaka

Nurjamal, Daeng, dkk. 2011. Terampil Berbahasa. Bandung: Alfabeta

Rahayu, Minto. 2007. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo

Sua, Tenri. 2010. Berbicara II. Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Muhammadiyah Bone

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Yonny, Acep dkk. 2010. Menyusun Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Familia



0 komentar:

Posting Komentar

 

This Template Was Found On Elfrida Chania's Blog. Copyrights 2011.