A.
Penilaian Berbasis Kelas
1.
Pengetian Penilaian Berbasis Kelas
Penilaian Berbasis Kelas (PBK) adalah penilaian yang
dilakukan oleh guru dalam rangka proses pembelajaran. PBK merupakan proses
pengumpulan dan penggunaan informasi hasil belajar peserta didik yang dilakukan
oleh guru untuk menetapkan tingkat pencapaian dan penguasaan peserta
didik terhadap tujuan pendidikan ( standar komptensi, komptensi dasar, dan
indikator pencapaian hasil belajar). Penilaian Berbasis Kelas merupakan
prinsip, sasaran yang akurat dan konsisten tentang kompetensi atau hasil
belajar siswa serta pernyataan yang jelas mengenai perkembangan dan kemajuan
siswa. maksudnya adalah hasil Penilaian Berbasis Kelas dapat menggambarkan
kompetensi, keterampilan dan kemajuan siswa selama di kelas.
Depdiknas (2002), menjelaskan bahwa Penilaian
Berbasis Kelas (PBK) merupakan salah satu komponen dalam kurikulum berbasis
kompetensi. PBK itu sendiri pada dasarnya merupakan kegiatan penilaian yang
dilaksanakan secara terpadu dalam kegiatan belajar mengajar yang dilakukan
dengan mengumpulkan kerja siswa (portofolio), hasil karya (produk), penugasan
(proyek), kinerja (performance), dan tes tertulis (paper and pen).
Fokus penilaian diarahkan pada penguasaan kompetensi dan hasil belajar siswa
sesuai dengan level pencapaian prestasi siswa.
Penilaian
Berbasis Kelas mencakup kegiatan pengumpulan informasi tentang rencapaian hasil
belajar siswa dan pembuatan keputusan tentang hasil belajar siswa berdasarkan
informasi tersebut. Pengumpulan informasi dalam Penilaian Berbasis Kelas dapat
dilakukan dalam suasana resmi maupun tidak resmi, di dalam atau di luar kelas,
menggunakan aktualitas khusus atau tidak, misalnya untuk penilaian aspek sikap/
nilai dengan tes atau non tes atau terintegrasi dalam seluruh kegiatan
pembelajaran (di awal, tengah, dan akhir). Di sekolah sering digunakan istilah
tes untuk kegiatan Penilaian Berbasis Kelas dengan alasan kepraktisan, karena
tes sebagai alat ukur sangat praktis digunakan untuk melihat prestasi siswa
dalam kaitannya dengan tujuan yang telah ditentukan, terutama aspek kognitif.
2.
Manfaat,
Keunggulan dan Prinsip Penilaian Berbasis Kelas
a.
Hasil
Penilaian Berbasis Kelas bermanfaat untuk :
1)
Umpan
balik bagi siswa dalam mengetahui kemampuan dan kekurangannya sehingga
menimbulkan motivasi untuk memperbaiki hasil belajarnya.
2)
Memantau
kemajuan dan mendiagnosis kemampuan belajar siswa sehingga memungkinkan
dilakukannya pengayaan dan remidiasi untuk memenuhi kebutuhan siswa sesuai
dengan kemajuan dan kemampuannya.
3)
Memberikan
masukan kepada guru untuk memperbaiki program pembelajarannya di kelas.
4)
Memungkinkan
siswa mencapai kompetensi yang telah ditentukan walaupun dengan kecepatan
belajar yang berbeda-beda.
b.
Keunggulan
Penilaian Berbasis Kelas adalah
1)
Pengumpulan
informasi kemajuan belajar baik formal maupun non formal diadakan secara
terpadu, dalam suasana yang menyenangkan, serta senantiasa memungkinkan adanya
kesempatan yang terbaik bagi siswa untuk menunjukkan apa yang diketahui,
dipahami dan mampu dikerjakan siswa.
2)
Pencapaian
hasil belajar siswa tidak dibandingkan dengan prestasi kelompok (norm
reference assessment), tetapi dibandingkan dengan kemampuan sebelumnya
kriteria pencapaian kompetensi, standar pencapaian, dan level pencapaian
nasional, dalam rangka membantu anak mencapai apa yang ingin dicapai bukan
untuk menghakiminya.
3)
Pengumpulan
informasi menggunakan berbagai cara, agar kemajuan belajar siswa dapat
terdeteksi secara lengkap.
4)
Siswa
perlu dituntut agar dapat mengeksplorasi dan memotivasi diri untuk mengerahkan
semua potensi dalam menanggapi, mengatasi semua masalah yang dihadapi dengan
caranya sendiri, bukan sekedar melatih siswa memilih jawaban yang tersedia.
5)
Untuk
menentukan ada tidaknya kemajuan belajar dan perlu tidaknya bantuan secara berencana,
bertahap dan berkesinambungan, berdasarkan fakta dan bukti yang cukup akurat.
c.
Prinsip-prinsip Penilaian Berbasis Kelas
1)
Valid,
penilaian memberikan informasi yang akurat tentang hasil belajar siswa.
2)
Mendidik,
penilaian harus memberikan sumbangan positif terhadap pencapaian belajar siswa.
3)
Berorientasi
pada kompetensi, penilaian harus menilai pencapaian kompetensi yang dimaksud
dalam kurikulum.
4)
Adil,
penilaian harus adil terhadap semua siswa dengan tidak membedakan latar
belakang sosial-ekonomi, budaya, bahasa dan gender.
5)
Terbuka,
kriteria penilaian dan dasar pengambilan keputusan harus jelas dan terbuka bagi
semua pihak.
6)
Berkesinambungan,
penilaian dilakukan secara berencana, bertahap dan terus menerus untuk
memperoleh gambaran tentang perkembangan belajar siswa sebagai hasil kegiatan
belajarnya. (Depdiknas, 2002).
3. Ranah Kognitif, Ranah Afektif dan
Ranah Psikomotor sebagai Objek Evaluasi Hasil Belajar
a.
Ranah
Kognitif
Ranah
kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom dalam
Sudijono (2003:49) segala upaya yang menyangkut aktifitas otak adalah termasuk
dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif terdapat 6 (enam) jenjang proses
berpikir, mulai dari jenjang yang terendah sampai jenjang yang paling tinggi,
yaitu : (a) Pengetahuan (Knowledge), (b) Pemahaman (Comprehension),
(c) Penerapan (Application), (d) Analisis (Analysis. (e) Sintesis
(Syntesis), dan (f) Penilaian/penghargaan (Evaluation). Keenam
jenjang berpikir ranah kognitif ini bersifat kontinum dan everlap
(tumpang tindih), dimana ranah yang lebih tinggi meliputi semua ranah yang ada
di bawahnya.
Penilaian
terhadap hasil belajar penguasaan materi bertujuan untuk mengukur penguasaan
dan pemilikan konsep dasar keilmuan (content objectives) berupa
materi-materi esensial sebagai konsep kunci dan prinsip utama. Konsep kunci dan
prinsip utama keilmuan tersebut harus dimiliki dan dikuasai siswa secara
tuntas, bukan hanya dalam bentuk hafalan. Ranah kognitif ini merupakan ranah
yang lebih banyak melibatkan kegiatan mental/otak. Pada ranah kognitif terdapat
enam Jenjang proses berfikir, mulai dari yang tingkatan rendah sampai tinggi,
yakni: (1) pengetahuan/ingatan/knowledge, (2) pemahaman/ comprehension,
(3) penerapan/ application, (4) analisis/ analysis, (5)
sintesis/ synthesis, dan (6) evaluasi/ evaluation.
b.
Ranah
Afektif
Ranah
afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Beberapa pakar
menyatakan bhwa sukap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang
telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Hasil belajar proses
berkaitan dengan sikap dan nitai, berorientasi pada penguasaan dan pemilikan
kecakapan proses atau metode. Ciri-ciri hasil belajar ini akan tampak pada
peserta didik dalam berbagai tingkah laku, seperti: perhatian terhadap
pelajaran, kedisiplinan, motivasi belajar, rasa hormati guru, dan sebagainya.
Ranah
afektif ini dirinci oleh Krathwohl dkk., menjadi lima jenjang, yakni: (1)
perhatian/ penerimaan (receiving), (2) tanggapan (responding), (3)
penilaian/penghargaan (valuing), (4) pengorganisasian (organization),
dan (5) karakterisasi terhadap suatu atau beberapa nilai (characterization
by a value or value complex). Kecakapan ini bersifat generik, dimiliki
semua displin ilmu, sebagai prasyarat yang harus dimiliki siswa agar dapat
menguasai disiplin ilmu dan keahlian kejuruan. Untuk menilai hasil belajar ini
dapat digunakan instrumen evaluasi yang bersifat nontes, misalnya: kuesioner
dan observasi.
c.
Ranah
Psikomotor
Ranah
psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau
kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu.
Hasil belajar ini merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill)
atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar
tertentu. Simpson (1956) menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak
dalam bentuk keterampilan dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar
psikomotor merupakan kelanjutan dari belajar kognitif dan afektif, akan tampak
setelah siswa menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna
yang terkandung pada kedua ranah tersebut dalam kehidupan siswa sehari-hari.
4. Strategi Penilaian Berbasis Kelas
Sekalipun tidak selalu sama, namun
pada umumnya para pakar dalam bidang evaluasi/ penilaian pendidikan merinci kegiatan
evaluasi hasil belajar ke dalam 6 (enam) langkah pokok, yakni:
a.
Menyusun
Rencana Evaluasi Hasil Belajar
Sebelum
evaluasi hasil belajar dilaksanakan, harus disusun lebih dahulu perencanaannya
secara baik dan matang. Perencanaan evaluasi hasil belajar itu umumnya oleh
Sudijono (2003:59) mencakup enam jenis kegiatan, yakni: (a) Merumuskan tujuan
dilaksanakannya evaluasi. (b) menetapkan aspek-aspek yang akan dievaluasi, (c)
memilih dan menentukan teknik yang akan dipergunakan di dalam pelaksanaan
evaluasi, (d) Menyusun alat-alat pengukur dan penilaian hasil belajar
peserta didik, (e) Menentukan tolak ukur, norma atau kriteria yang akan
dijadikan pegangan atau patokan dalam memberikan interpretasi terhadap data hasil
evaluasi dan (f) Menentukan frekuensi dari kegiatan evaluasi hasil belajar itu
sendiri (kapan dan seberapa kali evaluasi hasil belajar itu akan dilaksanakan).
b.
Menghimpun
Data
Dalam evaluasi hasil belajar, wujud
nyata dari kegiatan menghimpun data adalah melaksanakan pengukuran, misalnya
dengan menyelenggarakan tes hasil belajar (apabila evaluasi hasil belajar itu
menggunakan teknik tes), atau melakukan pengamatan, wawancara, atau angket
dengan menggunakan instrumen-instrumen tertentu berupa rating scale, check
list, interview guide, atau questionnaire (apabila evaluasi hasil
belajar menggunakan teknis non tes).
c.
Melakukan
Verifikasi Data
Data yang telah berhasil dihimpun
harus disaring lebih dahulu sebelum diolah lebih lanjut. Proses penyaringan itu
dikenal dengan istilah penelitian data atau verifikasi data. Verifikasi data
dimaksudkan untuk dapat memisahkan data yang ‘baik’ (yaitu data yang dapat
memperjelas gambaran yang akan diperoleh mengenai diri individu atau sekelompok
individu yang sedang dievaluasi) dari data yang ‘kurang baik’ (yaitu data yang
akan menguburkan gambaran yang akan diperoleh apabila data itu ikut serta
diolah).
d.
Mengolah
dan Menganalisis Data
Mengolah dan menganalisis hasil
evaluasi dilakukan dengan maksud untuk memberikan makna terhadap data yang
telah berhasil dihimpun dalam kegiatan evaluasi. Untuk keperluan itu, maka data
hasil evaluasi perlu disusun dan diatur sedemikian rupa sehingga ‘dapat
berbicara’. Dalam menggolah dan menganalisis data hasil evaluasi itu dapat
dipergunakan teknik statistik dan atau teknik non statistik, tergantung kepada
jenis data yang akan diolah atau dianalisis. Dengan analisis statistic
misalnya, penyusunan atau pengaturan dan penyajian data lewat tabel-tabel,
grafik, atau diagram, perhitungan-perhitungan rata-rata, standar deviasi,
pengukuran korelasi, uji benda mean, atau uji benda frekuensi dan sebagainya
akan dapat menghasilkan informasi-informasi yang lebih lengkap dan amat
berharga.
e.
Memberikan
Interpretasi dan Menarik Kesimpulan
Memberikan interpretasi terhadap
data hasil evaluasi belajar pada hakikatnya adalah merupakan verbalisasi dari
makna yang terkandung dalam data yang telah mengalami pengolahan dan
penganalisisan itu. Atas dasar interpretasi terhadap data hasil evaluasi itu
pada akhirnya dapat dikemukakan kesimpulan-kesimpulan tertentu.
Kesimpulan-kesimpulan hasil evaluasi itu sudah barang tentu harus mengacu
kepada tujuan dilakukannya evaluasi itu sendiri.
f.
Tindak
Lanjut Hasil Evaluasi
Bertitik tolak dari hasil evaluasi
yang telah disusun, diatur, diolah, dianalisis dan disimpulkan sehingga dapat
diketahui apa makna yang terkandung di dalamnya, maka pada akhirnya evaluator
akan mengambil keputusan dan merumuskan kebijakan-kebijakan yang dipandang
perlu sebagai tindak lanjut dari kegiatan hasil evaluasi tersebut. Harus
senantiasa diingat bahwa setiap kegiatan evaluasi menuntut adanya tindak lanjut
yang konkrit. Tanpa diikuti oleh tindak lanjut yang konkrit, maka pekerjaan
evaluasi itu hanya akan sampai kepada pernyataan, yang menyatakan bahwa; ‘saya
tahu, bahwa begini dan itu begitu’. Apabila hal seperti itu terjadi, maka
kegiatan evaluasi itu sebenarnya tidak banyak membawa manfaat bagi evaluator.
5. Mekanisme dan Prosedur
Penilaian Berbasis Kelas
Mekanisme dan prosedur dalam
pelaksanaan penilaian berbasis kelas sebagaimana yang dikemukakan BSNP
(2007) adalah sebagai berikut.
1.
Penilaian
hasil belajar pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan oleh
pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah
2.
Perancangan
strategi penilaian oleh pendidik dilakukan pada saat penyusunan silabus yang
penjabarannya merupakan bagian dari rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
3.
Ulangan
tengah semester, ulangan akhir semester dan ulangan kenaiakn kelas oleh
pendidik di bawah koordinasi satuan pendidikan
4.
Penilaian
hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran dalam kelompok mata pelajaran
ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak diujikan pada UN dan aspek kognitif
dan/ atau aspek psikomotorik untuk kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian dilakukan oleh satuan pendidikan melalui ujian sekolah/ madrasah
untuk memperoleh pengakuan atas prestasi belajar dan merupakan salah satu
persyaratan kelulusan dari satuan pendidikan
5.
Penilaian
akhir hasil belajar oleh satuan pendidikan untuk mata pelajaran estetika dan
kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olah raga dan kesehatan ditentukan
melalui rapat dewan pendidik berdasarkan hasil penilaian oleh pendidik
6.
Penilaian
akhir hasil belajar peserta didik kelompok mata pelajaran agama dan akhlak
mulia dan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan
oleh satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidikan berdasarkan hasil
penilaian oleh pendidik dengan mempertimbangkan hasil ujian sekolah/ madrasah
7.
Kegiatan
ujian sekolah/madrasah dilakukan dengan langkah-langkah : (a) menyusun
kisi-kisi ujian, (b) mengembangkan instrumen, (c) melaksanakan ujian, (d)
mengolah dan menentukan kelulusan peserta didik dari ujian sekolah/ madrasah
(e) melaporkan dan memanfaatkan hasil penilaian.
8.
Penialaian
akhlak mulia yang merupakan aspek afektif dari kelompok mata pelajaran aagma
dan akhlak mulia, sebagai perwujudan sikap dan perilaku beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, dilakukan oleh guru agama dengan memanfaatkan
informasi dari pendidik mata pelajaran lain dan sumber lainyang relevan.
9.
Penilaian
kepribadian, yang merupakan perwujudan kesadaran dan tanggung jawab sebagai
warganegara yang baik sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam
kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, adalah bagian dari penilaian kelompok
mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian oleh guru pendidikan
kewarganegaraan dengan memanfaatkan informasi dari pendidik mata pelajaran lain
dan sumber lain yang relevan.
10.
Penilaian
mata pelajaran muatan lokal mengikuti penilaian kelompok mata pelajaran yang
relevan.
11.
Keikutsertaan
dalam kegiatan pengembangan diri dibuktikan dengan surat keterangan yang
ditandatangani oleh pembina kegiatan dan kepala sekolah/ madrasah
12.
Hasil
ulangan harian diinformasikan kepada peserta didik sebelum diadakan harian
berikutnya. Peserta didik yang belum mencapai KKM harus megikuti pembelajaran
remedi.
13.
Hasil
penilaian oleh pendidik dan satuan pendidikan disampaikan dalam bentuk satu
pencapaian kemajuan belajar.
14.
Kegiatan
penilaian oleh pemerintah dilakukan melalui UN dengan langkah-langkah yang
diatur dalam Prosedur Operasional Sekolah (POS) UN.
15.
UN
diselenggarakan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) ekerjasama dengan
instansi terkait.
16.
Hasil
UN disampaikan kepada satuan pendidikan untuk dijadikan salah satu syarat
kelulusan peseerta didik dari satuan pendidikan dan salah satu pertimbangan
dalam seleksi masuk ke jenjang pendidikan berikutnya.
17.
Hasil
analisis data UN disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk
pemetaan mutu program dan/ atau satuan pendidikan serta pembinaan dan pemberian
bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan
B.
Penetapan Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM)
1.
Pengertian Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
Salah satu prinsip penilaian pada
kurikulum berbasis kompetensi adalah menggunakan acuan kriteria, yakni
menggunakan kriteria tertentu dalam menentukan kelulusan peserta didik.
Kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan
dinamakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
KKM harus ditetapkan sebelum awal tahun
ajaran dimulai. Seberapapun besarnya jumlah peserta didik yang melampaui batas
ketuntasan minimal, tidak mengubah keputusan pendidik dalam menyatakan lulus
dan tidak lulus pembelajaran. Acuan kriteria tidak diubah secara serta merta
karena hasil empirik penilaian. Pada acuan norma, kurva normal sering digunakan
untuk menentukan ketuntasan belajar peserta didik jika diperoleh hasil
rata-rata kurang memuaskan. Nilai akhir sering dikonversi dari kurva normal
untuk mendapatkan sejumlah peserta didik yang melebihi nilai 6,0 sesuai
proporsi kurva. Acuan kriteria mengharuskan pendidik untuk melakukan tindakan
yang tepat terhadap hasil penilaian, yaitu memberikan layanan remedial bagi
yang belum tuntas dan atau layanan pengayaan bagi yang sudah melampaui kriteria
ketuntasan minimal.
Kriteria ketuntasan minimal ditetapkan
oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di
satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang
hampir sama. Pertimbangan pendidik atau forum MGMP secara akademis menjadi
pertimbangan utama penetapan KKM.
Kriteria ketuntasan menunjukkan
persentase tingkat pencapaian kompetensi sehingga dinyatakan dengan angka
maksimal 100 (seratus). Angka maksimal 100 merupakan kriteria ketuntasan ideal.
Target ketuntasan secara nasional diharapkan mencapai minimal 75. Satuan
pendidikan dapat memulai dari kriteria ketuntasan minimal di bawah target
nasional kemudian ditingkatkan secara bertahap.
Kriteria ketuntasan minimal menjadi
acuan bersama pendidik, peserta didik, dan orang tua peserta didik. Oleh karena
itu pihak-pihak yang berkepentingan terhadap penilaian di sekolah berhak untuk
mengetahuinya. Satuan pendidikan perlu melakukan sosialisasi agar informasi dapat
diakses dengan mudah oleh peserta didik dan atau orang tuanya. Kriteria
ketuntasan minimal harus dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB) sebagai
acuan dalam menyikapi hasil belajar peserta didik.
2.
Fungsi
Kriteria Ketuntasan Minimal
a.
Sebagai acuan bagi pendidik dalam
menilai kompetensi peserta didik sesuai kompetensi dasar mata pelajaran yang
diikuti. Setiap kompetensi dasar dapat diketahui ketercapaiannya berdasarkan
KKM yang ditetapkan. Pendidik harus memberikan respon yang tepat terhadap
pencapaian kompetensi dasar dalam bentuk pemberian layanan remedial atau
layanan pengayaan;
b.
sebagai acuan bagi peserta didik dalam
menyiapkan diri mengikuti penilaian mata pelajaran. Setiap kompetensi dasar
(KD) dan indikator ditetapkan KKM yang harus dicapai dan dikuasai oleh peserta
didik. Peserta didik diharapkan dapat mempersiapkan diri dalam mengikuti
penilaian agar mencapai nilai melebihi KKM. Apabila hal tersebut tidak bisa
dicapai, peserta didik harus mengetahui KD-KD yang belum tuntas dan perlu
perbaikan;
c.
dapat digunakan sebagai bagian dari
komponen dalam melakukan evaluasi program pembelajaran yang dilaksanakan di
sekolah. Evaluasi keterlaksanaan dan hasil program kurikulum dapat dilihat dari
keberhasilan pencapaian KKM sebagai tolok ukur. Oleh karena itu hasil
pencapaian KD berdasarkan KKM yang ditetapkan perlu dianalisis untuk
mendapatkan informasi tentang peta KD-KD tiap mata pelajaran yang mudah atau
sulit, dan cara perbaikan dalam proses pembelajaran maupun pemenuhan
saranaprasarana belajar di sekolah;
d.
merupakan kontrak pedagogik antara
pendidik dengan peserta didik dan antara satuan pendidikan dengan masyarakat.
Keberhasilan pencapaian KKM merupakan upaya yang harus dilakukan bersama antara
pendidik, peserta didik, pimpinan satuan pendidikan, dan orang tua. Pendidik
melakukan upaya pencapaian KKM dengan memaksimalkan proses pembelajaran dan
penilaian. Peserta didik melakukan upaya pencapaian KKM dengan proaktif
mengikuti kegiatan pembelajaran serta mengerjakan tugas-tugas yang telah
didesain pendidik. Orang tua dapat membantu dengan memberikan motivasi dan
dukungan penuh bagi putra-putrinya dalam mengikuti pembelajaran. Sedangkan
pimpinan satuan pendidikan berupaya memaksimalkan pemenuhan kebutuhan untuk
mendukung terlaksananya proses pembelajaran dan penilaian di sekolah;
e.
merupakan target satuan pendidikan dalam
pencapaian kompetensi tiap mata pelajaran. Satuan pendidikan harus berupaya
semaksimal mungkin untuk melampaui KKM yang ditetapkan. Keberhasilan pencapaian
KKM merupakan salah satu tolok ukur kinerja satuan pendidikan dalam
menyelenggarakan program pendidikan. Satuan pendidikan dengan KKM yang tinggi
dan dilaksanakan secara bertanggung jawab dapat menjadi tolok ukur kualitas
mutu pendidikan bagi masyarakat.
3.
Prinsip Penetapan KKM
Penetapan
Kriteria Ketuntasan Minimal perlu mempertimbangkan beberapa ketentuan sebagai
berikut:
a.
Penetapan KKM merupakan kegiatan
pengambilan keputusan yang dapat dilakukan melalui metode kualitatif dan atau
kuantitatif. Metode kualitatif dapat dilakukan melalui professional
judgement oleh pendidik dengan mempertimbangkan kemampuan akademik dan
pengalaman pendidik mengajar mata pelajaran di sekolahnya. Sedangkan metode
kuantitatif dilakukan dengan rentang angka yang disepakati sesuai dengan
penetapan kriteria yang ditentukan;
b.
Penetapan nilai kriteria ketuntasan
minimal dilakukan melalui analisis ketuntasan belajar minimal pada setiap
indikator dengan memperhatikan kompleksitas, daya dukung, dan intake peserta
didik untuk mencapai ketuntasan kompetensi dasar dan standar kompetensi
c.
Kriteria ketuntasan minimal setiap
Kompetensi Dasar (KD) merupakan ratarata dari indikator yang terdapat dalam
Kompetensi Dasar tersebut. Peserta didik dinyatakan telah mencapai ketuntasan
belajar untuk KD tertentu apabila yang bersangkutan telah mencapai ketuntasan
belajar minimal yang telah ditetapkan untuk seluruh indikator pada KD tersebut;
d.
Kriteria ketuntasan minimal setiap
Standar Kompetensi (SK) merupakan rata-rata KKM Kompetensi Dasar (KD) yang
terdapat dalam SK tersebut;
e.
Kriteria ketuntasan minimal mata
pelajaran merupakan rata-rata dari semua KKM-SK yang terdapat dalam satu
semester atau satu tahun pembelajaran, dan dicantumkan dalam Laporan Hasil
Belajar (LHB/Rapor) peserta didik;
f.
Ulangan, baik Ulangan Harian (UH),
Ulangan Tengah Semester (UTS) maupun Ulangan Akhir Semester (UAS). Soal ulangan
ataupun tugas-tugas harus mampu mencerminkan/menampilkan pencapaian indikator
yang diujikan. Dengan demikian pendidik tidak perlu melakukan pembobotan seluruh
hasil ulangan, karena semuanya memiliki hasil yang setara;
g.
Pada setiap indikator atau kompetensi
dasar dimungkinkan adanya perbedaan nilai ketuntasan minimal.
4.
Langkah-langkah Penetapan KKM
Penetapan
KKM dilakukan oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran. Langkah penetapan
KKM adalah sebagai berikut:
a. Guru atau kelompok guru menetapkan
KKM mata pelajaran dengan mempertimbangkan tiga aspek kriteria, yaitu
kompleksitas, daya dukung, dan intake peserta didik dengan skema sebagai
berikut:
Hasil penetapan KKM indikator berlanjut pada KD, SK hingga KKM
mata pelajaran;
b. Hasil penetapan KKM oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran
disahkan oleh kepala sekolah untuk dijadikan patokan guru dalam melakukan penilaian;
c. KKM yang ditetapkan disosialisaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan,
yaitu peserta didik, orang tua, dan dinas pendidikan;
d. KKM dicantumkan dalam LHB pada saat hasil penilaian dilaporkan
kepada orang tua/wali peserta didik.
5.
Penentuan Kriteria Ketuntasan Minimal
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penentuan kriteria ketuntasan
minimal adalah:
a.
Tingkat kompleksitas,
kesulitan/kerumitan setiap indikator, kompetensi dasar, dan standar kompetensi
yang harus dicapai oleh peserta didik. Suatu indikator dikatakan memiliki
tingkat kompleksitas tinggi, apabila dalam pencapaiannya didukung oleh
sekurang-kurangnya satu dari sejumlah kondisi sebagai berikut:
1)
guru yang memahami dengan
benar kompetensi yang harus dibelajarkan pada peserta didik;
2)
guru yang kreatif dan
inovatif dengan metode pembelajaran yang bervariasi;
3)
guru yang menguasai
pengetahuan dan kemampuan sesuai bidang yang diajarkan;
4)
peserta didik dengan
kemampuan penalaran tinggi;
5)
peserta didik yang
cakap/terampil menerapkan konsep;
6)
peserta didik yang cermat,
kreatif dan inovatif dalam penyelesaian tugas/pekerjaan;
7)
waktu yang cukup lama untuk
memahami materi tersebut karena memiliki tingkat kesulitan dan kerumitan yang
tinggi, sehingga dalam proses pembelajarannya memerlukan pengulangan/latihan;
8)
tingkat kemampuan penalaran
dan kecermatan yang tinggi agar peserta didik dapat mencapai ketuntasan
belajar.
b.
Kemampuan sumber daya pendukung dalam
penyelenggaraan pembelajaran pada masing-masing sekolah.
1) Sarana
dan prasarana pendidikan yang sesuai dengan tuntutan kompetensi yang harus
dicapai peserta didik seperti perpustakaan, laboratorium, dan alat/bahan untuk
proses pembelajaran;
2) Ketersediaan
tenaga, manajemen sekolah, dan kepedulian stakeholders sekolah.
c.
Tingkat
kemampuan (intake) rata-rata peserta didik di sekolah yang bersangkutan
Penetapan
intake di kelas X dapat didasarkan pada hasil seleksi pada saat
penerimaan
peserta didik baru, Nilai Ujian Nasional/Sekolah, rapor SMP,
tes
seleksi masuk atau psikotes; sedangkan penetapan intake di kelas XI dan XII
berdasarkan kemampuan peserta didik di kelas sebelumnya.
Contoh
penetapan KKM :
Untuk
memudahkan analisis setiap indikator, perlu dibuat skala penilaian
yang
disepakati oleh guru mata pelajaran. Contoh:
Aspek yang dianalisis
|
Kriterian
dan Syarat Penilaian
|
||
Kompleksitas
|
Tinggi
<65
|
Sedang
65-79
|
Rendah
80-100
|
Daya
sukung
|
Tinggi
80-100
|
Sedang
65-79
|
Rendah
<65
|
Intake
siswa
|
Tinggi
80-100
|
Sedang
65-79
|
Rendah
<65
|
Atau dengan
menggunakan poin/skor pada setiap kriteria yang ditetapkan.
Aspek yang dianalisis
|
Kriterian
dan Syarat Penilaian
|
||
Kompleksitas
|
Tinggi
1
|
Sedang
2
|
Rendah
3
|
Daya
sukung
|
Tinggi
3
|
Sedang
2
|
Rendah
1
|
Intake
siswa
|
Tinggi
3
|
Sedang
2
|
Rendah
1
|
Jika
indikator memiliki kriteria kompleksitas tinggi, daya dukung tinggi dan intake
peserta didik sedang, maka nilai KKM-nya adalah:
1 + 3 + 2 x 100 = 66,7
9
Nilai
KKM merupakan angka bulat, maka nilai KKM-nya adalah 67.
6.
Analisis
Kriteria Ketuntasan Minimal
Pencapaian kriteria ketuntasan minimal
perlu dianalisis untuk dapat ditindaklanjuti sesuai dengan hasil yang
diperoleh. Tindak lanjut diperlukan untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan
dalam pelaksanaan pembelajaran maupun penilaian. Hasil analisis juga dijadikan
sebagai bahan pertimbangan penetapan KKM pada semester atau tahun pembelajaran
berikutnya.
Analisis pencapaian kriteria ketuntasan
minimal bertujuan untuk mengetahui tingkat ketercapaian KKM yang telah
ditetapkan. Setelah selesai melaksanakan penilaian setiap KD harus dilakukan
analisis pencapaian KKM. Kegiatan ini dimaksudkan untuk melakukan analisis
rata-rata hasil pencapaian peserta didik kelas I-VI terhadap KKM yang telah
ditetapkan pada setiap mata pelajaran. Melalui analisis ini akan diperoleh data
antara lain:
a.
KD yang dapat dicapai oleh 75% - 100%
dari jumlah peserta didik pada kelas I-VI;
b.
KD yang dapat dicapai oleh 50% - 74%
dari jumlah peserta didik pada kelas I-VI;
c.
KD yang dapat dicapai oleh ≤ 49% dari
jumlah siswa peserta didik kelas I-VI.
Manfaat hasil analisis
adalah sebagai dasar untuk meningkatkan kriteria ketuntasan minimal pada
semester atau tahun pembelajaran berikutnya. Analisis pencapaian kriteria
ketuntasan minimal dilakukan berdasarkan hasil pengolahan data perolehan nilai
setiap peserta didik per mata pelajaran.
0 komentar:
Posting Komentar