Senin, 22 Desember 2014

PENILAIAN BERBASIS KELAS DAN PENETAPAN KKM



A.      Penilaian Berbasis Kelas
1.      Pengetian Penilaian Berbasis Kelas
Penilaian Berbasis Kelas (PBK) adalah penilaian yang dilakukan oleh guru dalam rangka proses pembelajaran. PBK merupakan proses pengumpulan dan penggunaan informasi hasil belajar peserta didik yang dilakukan oleh guru  untuk menetapkan tingkat pencapaian dan penguasaan peserta didik terhadap tujuan pendidikan ( standar komptensi, komptensi dasar, dan indikator pencapaian hasil belajar). Penilaian Berbasis Kelas merupakan prinsip, sasaran yang akurat dan konsisten tentang kompetensi atau hasil belajar siswa serta pernyataan yang jelas mengenai perkembangan dan kemajuan siswa. maksudnya adalah hasil Penilaian Berbasis Kelas dapat menggambarkan kompetensi, keterampilan dan kemajuan siswa selama di kelas.
Depdiknas (2002), menjelaskan bahwa Penilaian Berbasis Kelas (PBK) merupakan salah satu komponen dalam kurikulum berbasis kompetensi. PBK itu sendiri pada dasarnya merupakan kegiatan penilaian yang dilaksanakan secara terpadu dalam kegiatan belajar mengajar yang dilakukan dengan mengumpulkan kerja siswa (portofolio), hasil karya (produk), penugasan (proyek), kinerja (performance), dan tes tertulis (paper and pen). Fokus penilaian diarahkan pada penguasaan kompetensi dan hasil belajar siswa sesuai dengan level pencapaian prestasi siswa.
Penilaian Berbasis Kelas mencakup kegiatan pengumpulan informasi tentang rencapaian hasil belajar siswa dan pembuatan keputusan tentang hasil belajar siswa berdasarkan informasi tersebut. Pengumpulan informasi dalam Penilaian Berbasis Kelas dapat dilakukan dalam suasana resmi maupun tidak resmi, di dalam atau di luar kelas, menggunakan aktualitas khusus atau tidak, misalnya untuk penilaian aspek sikap/ nilai dengan tes atau non tes atau terintegrasi dalam seluruh kegiatan pembelajaran (di awal, tengah, dan akhir). Di sekolah sering digunakan istilah tes untuk kegiatan Penilaian Berbasis Kelas dengan alasan kepraktisan, karena tes sebagai alat ukur sangat praktis digunakan untuk melihat prestasi siswa dalam kaitannya dengan tujuan yang telah ditentukan, terutama aspek kognitif.

2.      Manfaat, Keunggulan dan Prinsip Penilaian Berbasis Kelas
a.      Hasil Penilaian Berbasis Kelas bermanfaat untuk :
1)   Umpan balik bagi siswa dalam mengetahui kemampuan dan kekurangannya sehingga menimbulkan motivasi untuk memperbaiki hasil belajarnya.
2)   Memantau kemajuan dan mendiagnosis kemampuan belajar siswa sehingga memungkinkan dilakukannya pengayaan dan remidiasi untuk memenuhi kebutuhan siswa sesuai dengan kemajuan dan kemampuannya.
3)   Memberikan masukan kepada guru untuk memperbaiki program pembelajarannya di kelas.
4)   Memungkinkan siswa mencapai kompetensi yang telah ditentukan walaupun dengan kecepatan belajar yang berbeda-beda.
b.      Keunggulan Penilaian Berbasis Kelas adalah
1)   Pengumpulan informasi kemajuan belajar baik formal maupun non formal diadakan secara terpadu, dalam suasana yang menyenangkan, serta senantiasa memungkinkan adanya kesempatan yang terbaik bagi siswa untuk menunjukkan apa yang diketahui, dipahami dan mampu dikerjakan siswa.
2)   Pencapaian hasil belajar siswa tidak dibandingkan dengan prestasi kelompok (norm reference assessment), tetapi dibandingkan dengan kemampuan sebelumnya kriteria pencapaian kompetensi, standar pencapaian, dan level pencapaian nasional, dalam rangka membantu anak mencapai apa yang ingin dicapai bukan untuk menghakiminya.
3)   Pengumpulan informasi menggunakan berbagai cara, agar kemajuan belajar siswa dapat terdeteksi secara lengkap.
4)   Siswa perlu dituntut agar dapat mengeksplorasi dan memotivasi diri untuk mengerahkan semua potensi dalam menanggapi, mengatasi semua masalah yang dihadapi dengan caranya sendiri, bukan sekedar melatih siswa memilih jawaban yang tersedia.
5)   Untuk menentukan ada tidaknya kemajuan belajar dan perlu tidaknya bantuan secara berencana, bertahap dan berkesinambungan, berdasarkan fakta dan bukti yang cukup akurat.
c.     Prinsip-prinsip Penilaian Berbasis Kelas
1)        Valid, penilaian memberikan informasi yang akurat tentang hasil belajar siswa.
2)        Mendidik, penilaian harus memberikan sumbangan positif terhadap pencapaian belajar siswa.
3)        Berorientasi pada kompetensi, penilaian harus menilai pencapaian kompetensi yang dimaksud dalam kurikulum.
4)        Adil, penilaian harus adil terhadap semua siswa dengan tidak membedakan latar belakang sosial-ekonomi, budaya, bahasa dan gender.
5)        Terbuka, kriteria penilaian dan dasar pengambilan keputusan harus jelas dan terbuka bagi semua pihak.
6)        Berkesinambungan, penilaian dilakukan secara berencana, bertahap dan terus menerus untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan belajar siswa sebagai hasil kegiatan belajarnya.  (Depdiknas, 2002).
3.      Ranah Kognitif, Ranah Afektif dan Ranah Psikomotor sebagai Objek Evaluasi Hasil  Belajar

a.         Ranah Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom dalam Sudijono (2003:49) segala upaya yang menyangkut aktifitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif terdapat 6 (enam) jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang yang terendah sampai jenjang yang paling tinggi, yaitu : (a) Pengetahuan (Knowledge),  (b) Pemahaman (Comprehension), (c) Penerapan (Application), (d) Analisis (Analysis. (e) Sintesis (Syntesis), dan (f) Penilaian/penghargaan (Evaluation). Keenam jenjang berpikir  ranah kognitif ini bersifat kontinum dan everlap (tumpang tindih), dimana ranah yang lebih tinggi meliputi semua ranah yang ada di bawahnya.
Penilaian terhadap hasil belajar penguasaan materi bertujuan untuk mengukur penguasaan dan pemilikan konsep dasar keilmuan (content objectives) berupa materi-materi esensial sebagai konsep kunci dan prinsip utama. Konsep kunci dan prinsip utama keilmuan tersebut harus dimiliki dan dikuasai siswa secara tuntas, bukan hanya dalam bentuk hafalan. Ranah kognitif ini merupakan ranah yang lebih banyak melibatkan kegiatan mental/otak. Pada ranah kognitif terdapat enam Jenjang proses berfikir, mulai dari yang tingkatan rendah sampai tinggi, yakni: (1) pengetahuan/ingatan/knowledge, (2) pemahaman/ comprehension, (3) penerapan/ application, (4) analisis/ analysis, (5) sintesis/ synthesis, dan (6) evaluasi/ evaluation.
b.         Ranah Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Beberapa pakar menyatakan bhwa sukap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Hasil belajar proses berkaitan dengan sikap dan nitai, berorientasi pada penguasaan dan pemilikan kecakapan proses atau metode. Ciri-ciri hasil belajar ini akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku, seperti: perhatian terhadap pelajaran, kedisiplinan, motivasi belajar, rasa hormati guru, dan sebagainya.
Ranah afektif ini dirinci oleh Krathwohl dkk., menjadi lima jenjang, yakni: (1) perhatian/ penerimaan (receiving), (2) tanggapan (responding), (3) penilaian/penghargaan (valuing), (4) pengorganisasian (organization), dan (5) karakterisasi terhadap suatu atau beberapa nilai (characterization by a value or value complex). Kecakapan ini bersifat generik, dimiliki semua displin ilmu, sebagai prasyarat yang harus dimiliki siswa agar dapat menguasai disiplin ilmu dan keahlian kejuruan. Untuk menilai hasil belajar ini dapat digunakan instrumen evaluasi yang bersifat nontes, misalnya: kuesioner dan observasi.
c.         Ranah Psikomotor
Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar ini merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Simpson (1956) menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor merupakan kelanjutan dari belajar kognitif dan afektif, akan tampak setelah siswa menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung pada kedua ranah tersebut dalam kehidupan siswa sehari-hari.
4.      Strategi Penilaian Berbasis Kelas
Sekalipun tidak selalu sama, namun pada umumnya para pakar dalam bidang evaluasi/ penilaian pendidikan merinci kegiatan evaluasi hasil belajar ke dalam 6 (enam) langkah pokok, yakni:
a.         Menyusun Rencana Evaluasi Hasil Belajar
Sebelum evaluasi hasil belajar dilaksanakan, harus disusun lebih dahulu perencanaannya secara baik dan matang. Perencanaan evaluasi hasil belajar itu umumnya oleh Sudijono (2003:59) mencakup enam jenis kegiatan, yakni: (a) Merumuskan tujuan dilaksanakannya evaluasi. (b) menetapkan aspek-aspek yang akan dievaluasi, (c) memilih dan menentukan teknik yang akan dipergunakan di dalam pelaksanaan evaluasi, (d)  Menyusun alat-alat pengukur dan penilaian hasil belajar peserta didik, (e) Menentukan tolak ukur, norma atau kriteria yang akan dijadikan pegangan atau patokan dalam memberikan interpretasi terhadap data hasil evaluasi dan (f) Menentukan frekuensi dari kegiatan evaluasi hasil belajar itu sendiri (kapan dan seberapa kali evaluasi hasil belajar itu akan dilaksanakan).
b.        Menghimpun Data
Dalam evaluasi hasil belajar, wujud nyata dari kegiatan menghimpun data adalah melaksanakan pengukuran, misalnya dengan menyelenggarakan tes hasil belajar (apabila evaluasi hasil belajar itu menggunakan teknik tes), atau melakukan pengamatan, wawancara, atau angket dengan menggunakan instrumen-instrumen tertentu berupa rating scale, check list, interview guide, atau questionnaire (apabila evaluasi hasil belajar menggunakan teknis non tes).
c.         Melakukan Verifikasi Data
Data yang telah berhasil dihimpun harus disaring lebih dahulu sebelum diolah lebih lanjut. Proses penyaringan itu dikenal dengan istilah penelitian data atau verifikasi data. Verifikasi data dimaksudkan untuk dapat memisahkan data yang ‘baik’ (yaitu data yang dapat memperjelas gambaran yang akan diperoleh mengenai diri individu atau sekelompok individu yang sedang dievaluasi) dari data yang ‘kurang baik’ (yaitu data yang akan menguburkan gambaran yang akan diperoleh apabila data itu ikut serta diolah).
d.        Mengolah dan Menganalisis Data
Mengolah dan menganalisis hasil evaluasi dilakukan dengan maksud untuk memberikan makna terhadap data yang telah berhasil dihimpun dalam kegiatan evaluasi. Untuk keperluan itu, maka data hasil evaluasi perlu disusun dan diatur sedemikian rupa sehingga ‘dapat berbicara’. Dalam menggolah dan menganalisis data hasil evaluasi itu dapat dipergunakan teknik statistik dan atau teknik non statistik, tergantung kepada jenis data yang akan diolah atau dianalisis. Dengan analisis statistic misalnya, penyusunan atau pengaturan dan penyajian data lewat tabel-tabel, grafik, atau diagram, perhitungan-perhitungan rata-rata, standar deviasi, pengukuran korelasi, uji benda mean, atau uji benda frekuensi dan sebagainya akan dapat menghasilkan informasi-informasi yang lebih lengkap dan amat berharga.
e.         Memberikan Interpretasi dan Menarik Kesimpulan
Memberikan interpretasi terhadap data hasil evaluasi belajar pada hakikatnya adalah merupakan verbalisasi dari makna yang terkandung dalam data yang telah mengalami pengolahan dan penganalisisan itu. Atas dasar interpretasi terhadap data hasil evaluasi itu pada akhirnya dapat dikemukakan kesimpulan-kesimpulan tertentu. Kesimpulan-kesimpulan hasil evaluasi itu sudah barang tentu harus mengacu kepada tujuan dilakukannya evaluasi itu sendiri.
f.          Tindak Lanjut Hasil Evaluasi
Bertitik tolak dari hasil evaluasi yang telah disusun, diatur, diolah, dianalisis dan disimpulkan sehingga dapat diketahui apa makna yang terkandung di dalamnya, maka pada akhirnya evaluator akan mengambil keputusan dan merumuskan kebijakan-kebijakan yang dipandang perlu sebagai tindak lanjut dari kegiatan hasil evaluasi tersebut. Harus senantiasa diingat bahwa setiap kegiatan evaluasi menuntut adanya tindak lanjut yang konkrit. Tanpa diikuti oleh tindak lanjut yang konkrit, maka pekerjaan evaluasi itu hanya akan sampai kepada pernyataan, yang menyatakan bahwa; ‘saya tahu, bahwa begini dan itu begitu’. Apabila hal seperti itu terjadi, maka kegiatan evaluasi itu sebenarnya tidak banyak membawa manfaat bagi evaluator.
5.      Mekanisme dan Prosedur Penilaian Berbasis Kelas
Mekanisme dan prosedur dalam pelaksanaan penilaian berbasis kelas sebagaimana yang dikemukakan BSNP (2007) adalah sebagai berikut.
1.         Penilaian hasil belajar pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan oleh pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah
2.         Perancangan strategi penilaian oleh pendidik dilakukan pada saat penyusunan silabus yang penjabarannya merupakan bagian dari rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
3.         Ulangan tengah semester, ulangan akhir semester dan ulangan kenaiakn kelas oleh pendidik di bawah koordinasi satuan pendidikan
4.         Penilaian hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak diujikan pada UN dan aspek kognitif dan/ atau aspek psikomotorik untuk kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan oleh satuan pendidikan melalui ujian sekolah/ madrasah untuk memperoleh pengakuan atas prestasi belajar dan merupakan salah satu persyaratan kelulusan dari satuan pendidikan
5.         Penilaian akhir hasil belajar oleh satuan pendidikan untuk mata pelajaran estetika dan kelompok mata pelajaran pendidikan jasmani, olah raga dan kesehatan ditentukan melalui rapat dewan pendidik berdasarkan hasil penilaian oleh pendidik
6.         Penilaian akhir hasil belajar peserta didik kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dan kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan oleh satuan pendidikan melalui rapat dewan pendidikan berdasarkan hasil penilaian oleh pendidik dengan mempertimbangkan hasil ujian sekolah/ madrasah
7.         Kegiatan ujian sekolah/madrasah dilakukan dengan langkah-langkah : (a) menyusun kisi-kisi ujian, (b) mengembangkan instrumen, (c) melaksanakan ujian, (d) mengolah dan menentukan kelulusan peserta didik dari ujian sekolah/ madrasah (e) melaporkan dan memanfaatkan hasil penilaian.
8.         Penialaian akhlak mulia yang merupakan aspek afektif dari kelompok mata pelajaran aagma dan akhlak mulia, sebagai perwujudan sikap dan perilaku beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dilakukan oleh guru agama dengan memanfaatkan informasi dari pendidik mata pelajaran lain dan sumber lainyang relevan.
9.         Penilaian kepribadian, yang merupakan perwujudan kesadaran dan tanggung jawab sebagai warganegara yang baik sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, adalah bagian dari penilaian kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian oleh guru pendidikan kewarganegaraan dengan memanfaatkan informasi dari pendidik mata pelajaran lain dan sumber lain yang relevan.
10.     Penilaian mata pelajaran muatan lokal mengikuti penilaian kelompok mata pelajaran yang relevan.
11.     Keikutsertaan dalam kegiatan pengembangan diri dibuktikan dengan surat keterangan yang ditandatangani oleh pembina kegiatan dan kepala sekolah/ madrasah
12.     Hasil ulangan harian diinformasikan kepada peserta didik sebelum diadakan harian berikutnya. Peserta didik yang belum mencapai KKM harus megikuti pembelajaran remedi.
13.     Hasil penilaian oleh pendidik dan satuan pendidikan disampaikan dalam bentuk satu pencapaian kemajuan belajar.
14.     Kegiatan penilaian oleh pemerintah dilakukan melalui UN dengan langkah-langkah yang diatur dalam Prosedur Operasional Sekolah (POS) UN.
15.     UN diselenggarakan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) ekerjasama dengan instansi terkait.
16.     Hasil UN disampaikan kepada satuan pendidikan untuk dijadikan salah satu syarat kelulusan peseerta didik dari satuan pendidikan dan salah satu pertimbangan dalam seleksi masuk ke jenjang pendidikan berikutnya.
17.     Hasil analisis data UN disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk pemetaan mutu program dan/ atau satuan pendidikan serta pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan 


B.       Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
1.         Pengertian Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
Salah satu prinsip penilaian pada kurikulum berbasis kompetensi adalah menggunakan acuan kriteria, yakni menggunakan kriteria tertentu dalam menentukan kelulusan peserta didik. Kriteria paling rendah untuk menyatakan peserta didik mencapai ketuntasan dinamakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
KKM harus ditetapkan sebelum awal tahun ajaran dimulai. Seberapapun besarnya jumlah peserta didik yang melampaui batas ketuntasan minimal, tidak mengubah keputusan pendidik dalam menyatakan lulus dan tidak lulus pembelajaran. Acuan kriteria tidak diubah secara serta merta karena hasil empirik penilaian. Pada acuan norma, kurva normal sering digunakan untuk menentukan ketuntasan belajar peserta didik jika diperoleh hasil rata-rata kurang memuaskan. Nilai akhir sering dikonversi dari kurva normal untuk mendapatkan sejumlah peserta didik yang melebihi nilai 6,0 sesuai proporsi kurva. Acuan kriteria mengharuskan pendidik untuk melakukan tindakan yang tepat terhadap hasil penilaian, yaitu memberikan layanan remedial bagi yang belum tuntas dan atau layanan pengayaan bagi yang sudah melampaui kriteria ketuntasan minimal.
Kriteria ketuntasan minimal ditetapkan oleh satuan pendidikan berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama. Pertimbangan pendidik atau forum MGMP secara akademis menjadi pertimbangan utama penetapan KKM.
Kriteria ketuntasan menunjukkan persentase tingkat pencapaian kompetensi sehingga dinyatakan dengan angka maksimal 100 (seratus). Angka maksimal 100 merupakan kriteria ketuntasan ideal. Target ketuntasan secara nasional diharapkan mencapai minimal 75. Satuan pendidikan dapat memulai dari kriteria ketuntasan minimal di bawah target nasional kemudian ditingkatkan secara bertahap.
Kriteria ketuntasan minimal menjadi acuan bersama pendidik, peserta didik, dan orang tua peserta didik. Oleh karena itu pihak-pihak yang berkepentingan terhadap penilaian di sekolah berhak untuk mengetahuinya. Satuan pendidikan perlu melakukan sosialisasi agar informasi dapat diakses dengan mudah oleh peserta didik dan atau orang tuanya. Kriteria ketuntasan minimal harus dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB) sebagai acuan dalam menyikapi hasil belajar peserta didik.
2.         Fungsi Kriteria Ketuntasan Minimal
a.         Sebagai acuan bagi pendidik dalam menilai kompetensi peserta didik sesuai kompetensi dasar mata pelajaran yang diikuti. Setiap kompetensi dasar dapat diketahui ketercapaiannya berdasarkan KKM yang ditetapkan. Pendidik harus memberikan respon yang tepat terhadap pencapaian kompetensi dasar dalam bentuk pemberian layanan remedial atau layanan pengayaan;
b.        sebagai acuan bagi peserta didik dalam menyiapkan diri mengikuti penilaian mata pelajaran. Setiap kompetensi dasar (KD) dan indikator ditetapkan KKM yang harus dicapai dan dikuasai oleh peserta didik. Peserta didik diharapkan dapat mempersiapkan diri dalam mengikuti penilaian agar mencapai nilai melebihi KKM. Apabila hal tersebut tidak bisa dicapai, peserta didik harus mengetahui KD-KD yang belum tuntas dan perlu perbaikan;
c.         dapat digunakan sebagai bagian dari komponen dalam melakukan evaluasi program pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah. Evaluasi keterlaksanaan dan hasil program kurikulum dapat dilihat dari keberhasilan pencapaian KKM sebagai tolok ukur. Oleh karena itu hasil pencapaian KD berdasarkan KKM yang ditetapkan perlu dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang peta KD-KD tiap mata pelajaran yang mudah atau sulit, dan cara perbaikan dalam proses pembelajaran maupun pemenuhan saranaprasarana belajar di sekolah;
d.        merupakan kontrak pedagogik antara pendidik dengan peserta didik dan antara satuan pendidikan dengan masyarakat. Keberhasilan pencapaian KKM merupakan upaya yang harus dilakukan bersama antara pendidik, peserta didik, pimpinan satuan pendidikan, dan orang tua. Pendidik melakukan upaya pencapaian KKM dengan memaksimalkan proses pembelajaran dan penilaian. Peserta didik melakukan upaya pencapaian KKM dengan proaktif mengikuti kegiatan pembelajaran serta mengerjakan tugas-tugas yang telah didesain pendidik. Orang tua dapat membantu dengan memberikan motivasi dan dukungan penuh bagi putra-putrinya dalam mengikuti pembelajaran. Sedangkan pimpinan satuan pendidikan berupaya memaksimalkan pemenuhan kebutuhan untuk mendukung terlaksananya proses pembelajaran dan penilaian di sekolah;
e.         merupakan target satuan pendidikan dalam pencapaian kompetensi tiap mata pelajaran. Satuan pendidikan harus berupaya semaksimal mungkin untuk melampaui KKM yang ditetapkan. Keberhasilan pencapaian KKM merupakan salah satu tolok ukur kinerja satuan pendidikan dalam menyelenggarakan program pendidikan. Satuan pendidikan dengan KKM yang tinggi dan dilaksanakan secara bertanggung jawab dapat menjadi tolok ukur kualitas mutu pendidikan bagi masyarakat.
3.         Prinsip Penetapan KKM
Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal perlu mempertimbangkan beberapa ketentuan sebagai berikut:
a.         Penetapan KKM merupakan kegiatan pengambilan keputusan yang dapat dilakukan melalui metode kualitatif dan atau kuantitatif. Metode kualitatif dapat dilakukan melalui professional judgement oleh pendidik dengan mempertimbangkan kemampuan akademik dan pengalaman pendidik mengajar mata pelajaran di sekolahnya. Sedangkan metode kuantitatif dilakukan dengan rentang angka yang disepakati sesuai dengan penetapan kriteria yang ditentukan;
b.        Penetapan nilai kriteria ketuntasan minimal dilakukan melalui analisis ketuntasan belajar minimal pada setiap indikator dengan memperhatikan kompleksitas, daya dukung, dan intake peserta didik untuk mencapai ketuntasan kompetensi dasar dan standar kompetensi
c.         Kriteria ketuntasan minimal setiap Kompetensi Dasar (KD) merupakan ratarata dari indikator yang terdapat dalam Kompetensi Dasar tersebut. Peserta didik dinyatakan telah mencapai ketuntasan belajar untuk KD tertentu apabila yang bersangkutan telah mencapai ketuntasan belajar minimal yang telah ditetapkan untuk seluruh indikator pada KD tersebut;
d.        Kriteria ketuntasan minimal setiap Standar Kompetensi (SK) merupakan rata-rata KKM Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam SK tersebut;
e.         Kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran merupakan rata-rata dari semua KKM-SK yang terdapat dalam satu semester atau satu tahun pembelajaran, dan dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB/Rapor) peserta didik;
f.         Ulangan, baik Ulangan Harian (UH), Ulangan Tengah Semester (UTS) maupun Ulangan Akhir Semester (UAS). Soal ulangan ataupun tugas-tugas harus mampu mencerminkan/menampilkan pencapaian indikator yang diujikan. Dengan demikian pendidik tidak perlu melakukan pembobotan seluruh hasil ulangan, karena semuanya memiliki hasil yang setara;
g.        Pada setiap indikator atau kompetensi dasar dimungkinkan adanya perbedaan nilai ketuntasan minimal.

4.         Langkah-langkah Penetapan KKM
Penetapan KKM dilakukan oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran. Langkah penetapan KKM adalah sebagai berikut:
a.       Guru atau kelompok guru menetapkan KKM mata pelajaran dengan mempertimbangkan tiga aspek kriteria, yaitu kompleksitas, daya dukung, dan intake peserta didik dengan skema sebagai berikut:

Hasil penetapan KKM indikator berlanjut pada KD, SK hingga KKM mata pelajaran;
b.      Hasil penetapan KKM oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran disahkan oleh kepala sekolah untuk dijadikan patokan guru dalam melakukan penilaian;
c.       KKM yang ditetapkan disosialisaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu peserta didik, orang tua, dan dinas pendidikan;
d.      KKM dicantumkan dalam LHB pada saat hasil penilaian dilaporkan kepada orang tua/wali peserta didik.
5.         Penentuan Kriteria Ketuntasan Minimal
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penentuan kriteria ketuntasan minimal adalah:
a.       Tingkat kompleksitas, kesulitan/kerumitan setiap indikator, kompetensi dasar, dan standar kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik. Suatu indikator dikatakan memiliki tingkat kompleksitas tinggi, apabila dalam pencapaiannya didukung oleh sekurang-kurangnya satu dari sejumlah kondisi sebagai berikut:
1)        guru yang memahami dengan benar kompetensi yang harus dibelajarkan pada peserta didik;
2)        guru yang kreatif dan inovatif dengan metode pembelajaran yang bervariasi;
3)        guru yang menguasai pengetahuan dan kemampuan sesuai bidang yang diajarkan;
4)        peserta didik dengan kemampuan penalaran tinggi;
5)        peserta didik yang cakap/terampil menerapkan konsep;
6)        peserta didik yang cermat, kreatif dan inovatif dalam penyelesaian tugas/pekerjaan;
7)        waktu yang cukup lama untuk memahami materi tersebut karena memiliki tingkat kesulitan dan kerumitan yang tinggi, sehingga dalam proses pembelajarannya memerlukan pengulangan/latihan;
8)        tingkat kemampuan penalaran dan kecermatan yang tinggi agar peserta didik dapat mencapai ketuntasan belajar.
b.      Kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran pada masing-masing sekolah.
1)      Sarana dan prasarana pendidikan yang sesuai dengan tuntutan kompetensi yang harus dicapai peserta didik seperti perpustakaan, laboratorium, dan alat/bahan untuk proses pembelajaran;
2)      Ketersediaan tenaga, manajemen sekolah, dan kepedulian stakeholders sekolah.
c.       Tingkat kemampuan (intake) rata-rata peserta didik di sekolah yang bersangkutan
Penetapan intake di kelas X dapat didasarkan pada hasil seleksi pada saat
penerimaan peserta didik baru, Nilai Ujian Nasional/Sekolah, rapor SMP,
tes seleksi masuk atau psikotes; sedangkan penetapan intake di kelas XI dan XII berdasarkan kemampuan peserta didik di kelas sebelumnya.
Contoh penetapan KKM :
Untuk memudahkan analisis setiap indikator, perlu dibuat skala penilaian
yang disepakati oleh guru mata pelajaran. Contoh:
Aspek yang dianalisis
Kriterian dan Syarat Penilaian
Kompleksitas
Tinggi
<65
Sedang
65-79
Rendah
80-100
Daya sukung
Tinggi
80-100
Sedang
65-79
Rendah
<65
Intake siswa
Tinggi
80-100
Sedang
65-79
Rendah
<65
Atau dengan menggunakan poin/skor pada setiap kriteria yang ditetapkan.

Aspek yang dianalisis
Kriterian dan Syarat Penilaian
Kompleksitas
Tinggi
1
Sedang
2
Rendah
3
Daya sukung
Tinggi
3
Sedang
2
Rendah
1
Intake siswa
Tinggi
3
Sedang
2
Rendah
1
Jika indikator memiliki kriteria kompleksitas tinggi, daya dukung tinggi dan intake peserta didik sedang, maka nilai KKM-nya adalah:

1 + 3 + 2  x 100 = 66,7
                        9
Nilai KKM merupakan angka bulat, maka nilai KKM-nya adalah 67.

6.         Analisis Kriteria Ketuntasan Minimal
Pencapaian kriteria ketuntasan minimal perlu dianalisis untuk dapat ditindaklanjuti sesuai dengan hasil yang diperoleh. Tindak lanjut diperlukan untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam pelaksanaan pembelajaran maupun penilaian. Hasil analisis juga dijadikan sebagai bahan pertimbangan penetapan KKM pada semester atau tahun pembelajaran berikutnya.
Analisis pencapaian kriteria ketuntasan minimal bertujuan untuk mengetahui tingkat ketercapaian KKM yang telah ditetapkan. Setelah selesai melaksanakan penilaian setiap KD harus dilakukan analisis pencapaian KKM. Kegiatan ini dimaksudkan untuk melakukan analisis rata-rata hasil pencapaian peserta didik kelas I-VI terhadap KKM yang telah ditetapkan pada setiap mata pelajaran. Melalui analisis ini akan diperoleh data antara lain:
a.              KD yang dapat dicapai oleh 75% - 100% dari jumlah peserta didik pada kelas I-VI;
b.             KD yang dapat dicapai oleh 50% - 74% dari jumlah peserta didik pada kelas I-VI;
c.              KD yang dapat dicapai oleh ≤ 49% dari jumlah siswa peserta didik kelas I-VI.
Manfaat hasil analisis adalah sebagai dasar untuk meningkatkan kriteria ketuntasan minimal pada semester atau tahun pembelajaran berikutnya. Analisis pencapaian kriteria ketuntasan minimal dilakukan berdasarkan hasil pengolahan data perolehan nilai setiap peserta didik per mata pelajaran.


0 komentar:

Posting Komentar

 

This Template Was Found On Elfrida Chania's Blog. Copyrights 2011.